
- Menteri Ketenagakerjaan, Prof. Yassierli, menyatakan bahwa teknologi AI membuat relevansi perguruan tinggi semakin berkurang.
- Pendidikan vokasi dianggap memiliki kontribusi yang lebih signifikan di dunia kerja sekarang dibandingkan berkuliah selama empat tahun.
- Pakar Ekonomi jelaskan bahwa perguruan tinggi masih tetap relevan asalkan bertransformasi agar lebih adaptif dengan zaman.
Teknologi Artificial Intelligence (AI) yang semakin masif menimbulkan kekhawatiran baru. Hal ini diungkap oleh Menteri Ketenagakerjaan, Prof. Yassierli.
Menurutnya, kecerdasan buatan yang semakin maju dapat membuat relevansi perguruan tinggi semakin berkurang. Alih-alih kuliah selama empat tahun, Yassierli menerangkan jika vokasi memiliki kontribusi yang signifikan di dunia kerja saat ini.
Paparannya didasarkan dari data berbagai perusahaan yang menunjukkan kecenderungan serupa. Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat perubahan yang cukup signifikan di dunia kerja, sehingga pendidikan tinggi konvensional dianggap tidak lagi cukup responsif dengan perubahan yang terjadi, utamanya terkait massive skills.
Beda Angka Kemiskinan Bank Dunia dan BPS, Mana yang Bisa Dijadikan Acuan?
Pendidikan Vokasi Membantu Industri
Menanggapi hal ini, Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Fatkur Huda, M.E., menilai bahwa kekhawatiran itu bisa dipahami melalui perspektif tenaga kerja. Ia juga tak memungkiri jika pelatihan vokasional memang dapat menjawab kebutuhan industri secara cepat.
“Memang benar, pelatihan vokasional bisa menjawab kebutuhan industri secara cepat dan langsung. Ini penting untuk mengatasi mismatch antara keterampilan dan kebutuhan pasar,” terang Fatkur dalam keterangannya di laman UM Surabaya.
Namun, Fatkur mengingatkan bahwa pendidikan tinggi sebenarnya bukan sekadar tempat mendapatkan keterampilan teknis, tetapi juga sebagai ruang penting untuk membentuk kapasitas berpikir kritis, adaptabilitas, kreativitas, hingga kepemimpinan.
“Hal-hal seperti kemampuan inovatif, pemikiran sistemik, dan fondasi teoritis jangka panjang sulit diperoleh hanya lewat pelatihan singkat. Pendidikan tinggi membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk terus belajar dan berkembang menghadapi masa depan yang tak pasti,” imbuhnya.
Pendidikan Tinggi Masih Akan Relevan
Selama ini, image pendidikan vokasi memang seakan dipandang sebelah mata dibandingkan perguruan tinggi konvensional yang mencetak lulusan sarjana. Persepsi masyarakat umumnya masih menganggap bahwa vokasi memiliki prospek karier yang “kurang baik” dibandingkan sarjana.
Melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kebutuhan industri memungkinkan akan lebih membutuhkan dan mengutamakan tenaga kerja yang memiliki pengalaman dan penguasaan bidang profesi yang lebih baik. Lulusan vokasi dianggap memiliki hal ini.
Akan tetapi, ini bukan terkait mana yang lebih baik antara vokasi atau perguruan tinggi. Fatkur dalam penjelasannya menerangkan, bagaimana seharusnya dua tingkat pendidikan ini bisa bersinergi.
Ia menyarankan agar kurikulum perguruan tinggi bertransformasi lebih adaptif dengan perkembangan teknologi, termasuk data science, AI, sampai energi terbarukan. Dengan demikian, perguruan bisa tetap relevan.
“Pendidikan tinggi bisa tetap relevan jika membuka ruang magang industri, pembelajaran berbasis proyek, dan kerja lintas disiplin. Sementara pendidikan vokasi juga harus diperkuat sebagai jalur strategis untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja teknis yang spesifik dan aplikatif,” tegasnya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kemnaker juga sedang menyiapkan balai latihan kerja (BLK) yang berbasis project-based learning di beberapa bidang, seperti permersinan, bengkel, barista, hospitality, dan sebagainya. Bahkan, ada juga pelatihan green jobs yang digadang-gadang akan semakin dibutuhkan di masa depan.
Kemnaker Resmi Hapus Pembatasan Usia Kerja dan Diskriminasi Lainnya, Ini Isi Aturannya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News