
Kota Surakarta kembali membuktikan dirinya sebagai pusat denyut budaya dan seni rupa Indonesia. Selama sembilan hari, mulai Sabtu hingga Selasa (21-29/6/2025), ratusan seniman dari berbagai penjuru tanah air berkumpul dalam perhelatan ART SURA 2025, yang digelar di berbagai titik ruang publik kota.
Acara bertajuk “Wedangan, Rindu, dan Kenangan” ini menyajikan lebih dari 300 karya seni dari 172 seniman lintas generasi, yang tidak hanya datang dari Solo Raya, tetapi juga dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Bahkan pengunjung mancanegara dari Brasil, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, hingga Korea Selatan turut hadir, membuktikan daya tarik internasional dari ajang ini.
ART SURA 2025 tidak hanya memamerkan karya. Lebih dari itu, di sana tercipta ruang dialog, eksperimen, dan interaksi antara seniman, penikmat seni, kolektor, dan masyarakat umum. Dari anak-anak hingga mahasiswa, semua diajak untuk tidak hanya melihat seni, tetapi juga menyentuh dan merasakannya secara langsung.
Di Taman Balekambang sebagai pusat kegiatan, pengunjung dapat menemukan lukisan karya seniman ternama seperti Ni Nyoman Sani—pemenang UOB Painting of The Year 2023—hingga Berbrain alias Bernandi Desanda yang baru saja menggelar pameran tunggal di Thailand. Lukisan Apel Hendrawan yang sarat spiritualisme Bali dan Doodle Art khas Onar Bermano dari Bengkulu juga tampil memikat.
Karya digital turut ambil bagian. Lukisan mendiang maestro Made Wianta diolah dalam wahana virtual reality yang membawa pengunjung seolah meluncur dalam lukisan “The Flying Triangle”. Art fashion interaktif dari Vonazsar, NFT dari IDNFT dan Beyond Canvas, serta seni berbasis kecerdasan buatan dari The Collective Solutions, memperkaya lanskap pameran dengan teknologi mutakhir.
“Melalui ART SURA, kami ingin menjadikan Surakarta sebagai Episentrum Seni Rupa dan Budaya Nusantara,” ujar Adrian Zakhary, Direktur ART SURA.
Konsep desentralisasi menjadi ciri khas ART SURA tahun ini. Tidak hanya terpusat di satu lokasi, rangkaian pameran juga digelar di Museum Keris, Museum Radya Pustaka, Lokananta, Rumah Budaya Kratonan, hingga Headroom Coffee. Setiap titik membawa pendekatan yang berbeda, memperluas pengalaman dan memperdalam interaksi pengunjung dengan seni.
Seni pertunjukan tak ketinggalan memperkaya rangkaian acara. Di antara yang mencuri perhatian adalah Tari Sus Scrofa: “The Human Boar” dan Tari Bambangan Cakil dari SMKN 8 Surakarta. Penampilan istimewa juga ditampilkan di malam penutupan oleh Ki Amar Pradopo, dalang muda kebanggaan kota, dengan lakon “Gatotkaca” yang dikemas dalam gaya kontemporer visual.
Apresiasi ART SURA 2025 dari Tokoh Nasional
Suksesnya ART SURA 2025 mendatangkan apresiasi dari berbagai tokoh nasional. Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, misalnya, memuji aktifnya anak-anak muda untuk terlibat dalam kegiatan kesenian.
“Selamat kepada ART SURA, sebuah langkah yang berani dan luar biasa, ini kan 60 persen seniman-seniman dari Surakarta. Saya lihat juga kebanyakan anak muda ke sini karena mereka juga ingin ngerti, tahu dan belajar, menikmati dan mengapresiasi karya seni.” kata Giring.
Sementara itu, Wali Kota Surakarta, Respati Ardi, yang menyampaikan monolog seni rupa dalam penutupan di Gedung Kesenian Taman Balekambang menekankan pentingnya ajang seperti ART Sura untuk menjaga semangat berkesenian.
“Sembilan hari kita rayakan ini. Tapi dampaknya ingin kami jaga jauh lebih lama. Kami tidak sedang membuat festival. Kami sedang membangun ingatan bersama. ART SURA adalah nafas seni rupa dan budaya yang lahir dari Kota Surakarta,” ujarnya.
Total, lebih dari 10.000 pengunjung tercatat menghadiri seluruh rangkaian acara. Selain pameran, program publik seperti diskusi, workshop, lomba, dan peluncuran platform digital LAPALAPA.ART turut melibatkan UMKM, kafe, dan pelaku kriya.
Melihat posisi penting dan dampak besar yang dihasilkan, ART SURA diharapkan bisa terus eksis, bahkan berkembang. Ini juga yang menjadi visi dari Adrian Zakhary selaku Direktur ART SURA.
“Kami berharap ART SURA tidak hanya hadir sebagai festival tahunan, tetapi menjadi sebuah intellectual property (IP) yang hidup di tengah masyarakat. Mungkin ke depan, ART SURA akan hadir dalam bentuk ruang tetap atau muncul dalam berbagai agenda seni lainnya.” papar Adrian.