
Baru-baru ini, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melakukan revisi terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Prosesnya berlangsung kilat—tertutup di salah satu hotel mewah Jakarta.
Revisi UU TNI menuai berbagai respons dari publik. Ada yang menyinggung soal kebangkitan Dwifungsi ABRI, ada pula yang mengkhawatirkan kedudukan masyarakat sipil di pemerintahan.
Supremasi sipil, atau prinsip bahwa kekuasaan sipil harus berada di atas militer, merupakan pilar penting dalam menjaga demokrasi dan stabilitas negara. Dalam konteks Indonesia, prinsip ini menjadi fondasi untuk memastikan bahwa TNI tetap berada di bawah kendali pemerintahan sipil yang demokratis.
Namun, salah satu poin RUU TNI, pada pasal 47 menyebutkan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di 16 kementerian/lembaga berikut.
- Korpolkam
- Pertahanan Negara
- Dewan Pertahanan Nasional
- Kesekretariatan Negara (Urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden)
- Intelijen Negara
- Siber dan/atau Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- SAR
- BNN
- Pengelola Perbatasan
- Kelautan dan Perikanan
- Penanggulangan Bencana
- Penanggulangan Terorisme
- Keamanan Laut
- Kejaksaan Agung
- Mahkamah Agung
Supremasi Sipil, Fondasi Kehidupan Bernegara
Berbeda dengan Undang-Undang TNI No 34 Tahun 2004 yang menyatakan ada 10 pos yang bisa diisi prajurit TNI, RUU TNI kini menambahkan 6 pos baru.
Dosen Prodi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mochammad Ezha Fachriza Roshady, S.Sos., M.I.P., menilai pasal 47 RUU TNI cukup mencederai supremasi sipil yang merupakan cita-cita reformasi Indonesia.
“(Dengan RUU TNI), Rezim Prabowo ingin membuka ruang gerak tentara menduduki jabatan sipil, tentunya menjadi problem ketika kita pertanyakan ada apa di dalam tubuh TNI sehingga perlu dilibatkan di pos-pos dalam revisi itu. Itu berarti TNI sudah mulai tidak percaya diri terhadap lembaga instansinya sendiri,” jelas Ezha saat dihubungi GNFI, Rabu (19/3/2025).
Peneliti politik di Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) itu pun memberikan contoh dengan Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Kepercayaan publik dinilai menurun setelah KPK dimodifikasi oleh pemerintah dan DPR yang berdampak pada kinerja lembaga anti-korupsi ini.
“Mungkin pemerintah menganggap TNI layak untuk ditempatkan di Basarnas, misalnya. Namun, ketika terjadi kasus suap-menyuap atau yang lainnya, maka akan mencederai profesionalitas dan marwah TNI itu sendiri,” kata Ezha.
Riset yang pernah dilakukan SMRC, salah satunya menemukan bahwa TNI menjadi lembaga yang cukup tinggi dipercayai oleh publik. Namun, apabila mereka masuk ke dalam ranah-ranah jabatan sipil, di mana itu dapat mengganggu fokus kinerjanya sebagai lembaga pertahanan negara, bagi Ezha, justru akan merusak citra TNI.
Baca juga Mengenal Apa Itu Moratorium dan Alasan Mengapa Indonesia Kembali Membuka Penempatan PMI ke Arab Saudi?
Pentingnya Menjaga Kualitas Demokrasi
Menjaga supremasi sipil adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa demokrasi dapat berfungsi dengan baik. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi harus berada di tangan rakyat, yang diwakili oleh pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis.
Revisi UU TNI yang membuka kesempatan bagi prajurit TNI untuk memasuki jabatan sipil, dapat mengancam kualitas demokrasi menurut pandangan Ezha. Data V-dem Institute dan EUI menunjukkan indeks demokrasi Indonesia tahun 2024 turun.
“Ketika kualitas demokrasi ini turun, justru pemerintah tidak melakukan perbaikan secara kehidupan tata negara yang demokratis. Justru dengan adanya revisi Undang-Undang TNI ini, demokrasi kita yang menjadi ruang gerak kebebasan masyarakat sipil akan terancam,” ujar Ezha.
Menurut Ezha, sikap otoriter dalam pendidikan militeristik tidak cocok untuk menduduki jabatan sipil. Otoritarianisme bisa mengancam ruang gerak kebebasan masyarakat sipil. “Ketika pos-pos yang seharusnya menjadi pelayan dan mengurus urusan publik, tapi ketika tentara yang mengurus itu, akan berdampak kepada kehidupan dan demokrasi negara,” jelas Ezha.
Baca juga Mengenal Grasi: Definisi, Aturan, hingga Contoh Penerapannya dalam Hukum di Indonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News