
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Mikrobiologi Terapan BRIN, Dwi Susilaningsih, memaparkan hasil riset terbaru mengenai pemanfaatan mikroalga cyanobacteria (Mikroalga Biru Hijau) untuk memperbaiki kesuburan tanah marginal, kawasan karst, dan lahan tercemar.
Teknologi ini telah diuji di berbagai lokasi, termasuk lahan berkapur di Blora, Jawa Tengah. Menurut Dwi, formulasi cair konsorsium mikroalga ini mampu meningkatkan kandungan nitrogen, fosfat, dan karbon organik tanah secara signifikan, sekaligus mendukung pertumbuhan tanaman tanpa meninggalkan residu kimia.
“Pendekatan ini merupakan solusi berkelanjutan untuk mengatasi masalah tanah miskin hara, terutama di daerah dengan kondisi lahan yang kurang subur,” jelas Dwi dikutip dari brin.go.id.
Kurangi Ketergantungan pada Pestisida
BRIN tidak hanya mengenalkan teknologi ini, tetapi juga memberikan pelatihan teknis kepada petani mengenai cara memformulasikan dan mengaplikasikan mikroalga di lapangan.
Pelatihan ini diselenggarakan oleh Direktorat Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN sebagai bagian dari upaya mendorong adopsi teknologi hayati di tingkat masyarakat.
Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida sintetis, sekaligus meningkatkan produktivitas pertanian secara ramah lingkungan.
Bupati Blora, Arief Rohman, menyambut baik inisiatif ini. Ia menilai inovasi dari BRIN sangat relevan dengan tantangan pertanian di Blora, yang sering menghadapi cuaca ekstrem dan harga pupuk yang tinggi.
“Kehadiran BRIN memberikan solusi nyata bagi petani kami, terutama dalam hal pengelolaan tanah dan pengendalian hama secara alami,” ujar Arief saat melakukan penanaman simbolis bibit jagung manis bersama petani setempat.
Baca juga Alga Air Tawar Berpotensi Jadi “Superfood” Masa Depan yang Akan Selamatkan Dunia
Disambut Positif oleh Petani
Rakip, Ketua Kelompok Tani Bina Alamsri dari Desa Bajo, mengaku mendapatkan wawasan baru dari pelatihan ini.
“Kami jadi paham bahwa mikroba bisa memperbaiki struktur tanah tanpa harus bergantung pada pupuk kimia,” katanya.
Hal serupa disampaikan Ahmad Saryono, Ketua Gapoktan Makmur Desa Ngraho, yang mengapresiasi pengenalan teknologi pengendalian hama berbasis feromon dan agen hayati.
“Ini membantu kami mengurangi penggunaan pestisida kimia sekaligus menjaga kesehatan tanaman,” ujarnya.
Kegiatan ini menjadi contoh nyata kolaborasi antara riset nasional, pemerintah daerah, dan petani dalam mempercepat transformasi pertanian berbasis inovasi.
Dengan pendekatan ramah lingkungan seperti mikroalga biru hijau, diharapkan petani dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga kelestarian ekosistem pertanian di masa depan.
Baca juga Pertanian Ramah Lingkungan, Pengendalian Hama Bisa Dilakukan Secara Alami dengan Serangga
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News