
Semakin jelas mengukir nama di kampung halaman, Nurwasilah Mualwi Suhra akhirnya lulus jenjang S3. Perempuan ini meninggalkan jejak sebagai lulusan doktor pertama asal Sumenep, kawasan paling ujur timur Pulau Madura, yang lulus dari Universitas Al-Azhar, Kairo.
Ia membawa nama Madura Wetan—sebutan untuk Sumenep—ke jajaran mahasiswa Indonesia, bahkan mahasiswa dunia yang belajar di Mesir. Namanya bahkan semakin mentereng saat ia menorehkan beragam prestasi.
Memang, sedari dulu, perempuan ini dikenal sebagai sosok yang aktif dan cerdas, tidak hanya akademik, tetapi juga dalam ranah organisasi.
Selama menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Nurwasilah pernah meraih penghargaan sebagai Mahasiswi Teladan PPMI Award 2016. Ia juga terpilih sebagai Wisudawan Terbaik versi Parlemen Mahasiswa Asing Al-Azhar.
Penghargaan Universitas Osaka untuk Riset Sustainable Aviation Fuel yang Dilakukan Wega Trisunaryanti
Konsisten Belajar dan Ruang untuk Perempuan di Universitas Al-Azhar Mesir
Perjalanan akademik Nurwasilah di Universitas Al Azhar telah dibangun sejak S1. Saat itu, ia mengambil jurusan Hukum Islam.
Lulus dengan hasil terbaik, Nurwasilah kemudian memutuskan melanjutkan pendidikan dengan mengambil prodi Perbandingan Mazhab di jenjang S2. Lagi-lagi, ia keluar dari program magister dengan predikat terbaik.
Kesadaran akan usaha, kerja keras, dan kemampuan, membuat perempuan ini memilih untuk kembali menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni S3 di univeristas yang sama.
Buntu di Bulu Tangkis, Pencak Silat Sukses Antarkan Safira Dwi Meilani Raih Berbagai Juara
Menurut keyakinannya, perempuan berhak memiliki peluang yang sama atas pendidikan. Oleh karena itu, Nurwasilah membuktikan kemampuannya untuk menyelesaikan pendidikan di Negeri Piramida, yang jauh dari Nusantara tersebut.
Apalagi, Universitas Al-Azhar Mesir menyediakan ruang khusus bagi perempuan. Keberadaan Kuliyatul Banat atau Fakultas Perempuan di Universitas Al-Azhar menjadi bukti bahwa institusi ini memberi ruang yang luas bagi perempuan untuk berkembang secara intelektual, tanpa memandang latar belakang.
“Perempuan punya tempat dalam ilmu, dalam perubahan, dan dalam kemajuan umat,” ungkapnya, dikutip dari Suara Indonesia.
Sosok Suswaningsih, PNS yang Berjuang Hidupkan Lahan Tandus di Gunungkidul
Fakultas Perempuan di Universitas Al-Azhar Terinspirasi dari Indonesia
Berbagai sumber mengatakan, Kuliyatul Banat atau Fakultas Perempuan di Universitas Al-Azhar Kairo terinspirasi dari keberadaan Perguruan Diniyyah Puteri yang didirikan Rahmah El-Yunusiyyah (1900-1969) di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Kala itu, Syaikh Abdurrahman Taj, ulama dan Imam Besar Al-Azhar, Mesir mengunjungi perguruan tersebut pada 1955. Ulama ini seketika takjub melihat ratusan murid memenuhi perguruan yang dipimpin oleh perempuan hebat dan menjadi salah satu poros pendidikan bagi perempuan.
“…sekolahnya itu di zaman sekarang menjadi satu teladan didikan bagi anak perempuan dalam hal agama, sehingga menimbulkan niat pula bagi Syekh Jami’ Al-Azhar Dr. Syekh ‘Abdurrahman Taj hendak mendirikan sekolah semacam itu,” ungkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka (1961), dikutip dari Media Dakwah.
Kisah Nissa dan Ibang, Kawan Aktivis yang Jadi Pasangan Lalu Dirikan Pesantren Ekologis Ath-Thaariq
Tidak hanya terinspirasi, Rahmah El-Yunusiyyah juga mendapat gelar Syaikhah, semacam gelar Honoris Causa yang diberikan oleh Universitas Al-Azhar saat Rahmah El-Yunusiyyah menerima undangan dan berkunjung ke Kairo. Salah satu sumber mengatakan, Rahmah El-Yunusiyyah menjadi satu-satunya perempuan Islam yang dianugerahi gelar tersebut.
“Dan ditegaskan lagi, bahwa Rahmahlah satu-satunya wanita Islam yang telah dianugerahi gelar SYAIKHAH oleh Al-Azhar,” ungkap Zamzami Kimin dalam Sekelumit Kenang-Kenangan Terhadap Aktivitas Mendiang Kak Rahmah El Yunusiyyah (1900-1969).
Uniknya Pesantren Ekologi Ath-Thaariq Garut hingga Dianggap Kafir karena Didatangi Pemuka Agama Lain
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News