Posted on Leave a comment

KUBET – Cara Masyarakat Betawi Memeriahkan Suasana Lebaran Idulfitri di Masa Lalu

Cara Masyarakat Betawi Memeriahkan Suasana Lebaran Idulfitri di Masa Lalu

images info

Setiap daerah di Indonesia biasanya memiliki tradisi dan kebiasaannya tersendiri dalam menyambut momen Lebaran Idulfitri. Keberagaman tradisi ini juga menjadi keunikan dari setiap daerah ketika momen istimewa bagi umat Muslim tersebut tiba.

Begitu pun dengan daerah Jakarta. Masyarakat Betawi yang menjadi penduduk asli daerah tersebut juga memiliki cara dan tradisinya tersendiri dalam menyambut momen Lebaran Idulfitri.

Namun seiring berjalannya waktu, kebiasaan dan cara menyambut momen Lebaran Idulfitri ini perlahan sudah mulai berubah. Situasi ini tidak hanya terjadi pada saat sekarang, tetapi sudah diwartakan sejak puluhan tahun silam.

Lantas bagaimana cara masyarakat Betawi memeriahkan suasana Lebaran di masa lalu? Kebiasaan apa saja yang sudah mulai jarang dijumpai seiring berjalannya waktu? Simak ulasannya dalam artikel berikut ini.

Semarak Lebaran Idulfitri di Tengah Masyarakat Betawi

Momen Lebaran memang menjadi waktu yang ditunggu-tunggu bagi umat Muslim di seluruh dunia. Momentum ini menjadi hari kemenangan bagi umat Muslim setelah menjalankan ibadah satu bulan penuh saat Ramadan.

Dilansir dari artikel “Banyak Tradisi Raya Lebaran Kian Hapus” yang terbit di surat kabar Berita Harian edisi 14 Mei 1990, masyarakat Betawi memiliki caranya tersendiri dalam memeriahkan momentum ini. Memasuki Ramadan, masjid maupun musala yang ada di daerah Jakarta biasanya akan penuh oleh masyarakat yang beribadah, mulai dari menjalankan Salat Tarawih hingga tadarus Al-Qur’an.

Menjelang momen Lebaran tiba, masyarakat Betawi biasanya akan memainkan meriam buluh, mercun, maupun petasan untuk memeriahkan hari kemenangan tersebut. Ketiga permainan yang identik dengan bunyinya tersebut makin menyemarakkan momentum hari raya bagi umat Muslim tersebut.

Delman, Moda Transportasi untuk Mengunjungi Sanak Saudara

Masih dari artikel yang sama, masyarakat Betawi biasanya akan berkunjung ke rumah saudaranya setelah menjalankan ibadah Salat Idulfitri. Dulunya delman menjadi salah satu moda transportasi favorit yang banyak digunakan masyarakat untuk mengunjungi saudara mereka.

Delman yang bisa mengangkut beberapa orang sekaligus sering menjadi pilihan untuk mengunjungi sanak saudara yang tinggal berjauhan. Namun hadirnya moda transportasi yang lebih modern, seperti mikrolet dan metromini mulai menggantikan keberadaan delman untuk digunakan masyarakat pada waktu itu.

Hantaran Wajib untuk Bersilaturahmi saat Momen Lebaran Idulfitri

Ketika berkunjung ke rumah sanak saudara, masyarakat Betawi tidak hanya akan datang dengan tangan kosong begitu saja. Masyarakat Betawi memiliki kebiasaan untuk membawa hidangan wajib saat saling bersilaturahmi ini.

Setidaknya terdapat dua hantaran wajib yang perlu dipersiapkan ketika ingin berkunjung, yakni dodol dan tapai uli. Kedua hidangan ini nantinya akan dinikmati bersama keluarga besar ketika saling berkunjung dan menjalin silaturahmi antara satu sama lain.

Pergeseran Kebiasaan

Seiring berkembangnya zaman, kebiasaan yang dulunya dilakukan oleh masyarakat Betawi dalam memeriahkan Lebaran Idulfitri mulai berubah. Pada 1990 saja, beberapa kebiasaan yang dulunya ada sudah mulai berganti dan bergeser dengan hal-hal baru.

Misalnya kebiasaan untuk memainkan meriam buluh, mercon, dan sejenisnya sudah mulai ditinggalkan, khususnya di daerah perkotaan. Selain itu, dodol dan tapai uli yang biasanya menjadi hantaran wajib juga sudah mulai tergantikan dengan parsel yang berisi berbagai macam makanan dan minuman.

Tidak hanya itu, silaturahmi yang terjalin pada momentum ini juga tidak terbatas dalam lingkup keluarga saja. Terkadang masyarakat juga sudah mulai mengunjungi pimpinan atau orang penting di tempat kerja pada momen ini.

Bahkan tidak jarang para pejabat pemerintah juga mengadakan “Open House” atau acara halalbihalal di kediaman masing-masing. Namun kebiasaan mengadakan halalbihalal ini sudah mulai ditinggalkan, khususnya ketika Presiden Soeharto membatalkan acara tersebut pada 1987 yang kemudian diikuti oleh pejabat pemerintah lainnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *