Posted on Leave a comment

KUBET – Danantara Mau Sukses seperti Temasek Holdings? Hal Penting Ini Perlu Dilakukan!

Danantara Mau Sukses seperti Temasek Holdings? Hal Penting Ini Perlu Dilakukan!

images info

Kehadiran Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) nasional Indonesia mengundang banyak perhatian, terutama setelah susunan manajemennya diumumkan.

Nama-nama besar seperti Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates, dan Jeffrey Sachs, seorang ekonom terkemuka dari Columbia University, masuk dalam struktur kepengurusannya. Bahkan, mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, juga turut serta.

Pemerintah menempatkan Danantara sebagai instrumen strategis jangka panjang untuk mengoptimalkan pengelolaan aset negara.

SWF ini tidak hanya akan mengonsolidasikan tujuh BUMN besar, seperti Pertamina, PLN, Telkom, MIND ID, BRI, BNI, dan Bank Mandiri, tetapi juga menyalurkan investasi ke sektor strategis, termasuk energi terbarukan, kecerdasan buatan (artificial intelligence), dan ketahanan pangan.

Dengan dukungan dana awal USD 20 miliar yang diambil dari pemotongan anggaran, Danantara diharapkan menjadi mesin dividen yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.

Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa tidak semua SWF berjalan mulus. Indonesia bisa belajar dari keberhasilan Temasek Holdings di Singapura maupun kegagalan skandal 1MDB di Malaysia.

Danantara dan Ambisi Pertumbuhan Ekonomi 8%, Bisakah Upaya Ini Terwujud?

Antara Temasek dan 1MDB: Dua Pelajaran Penting

Sebagai perbandingan, Temasek Holdings Singapura dikenal dengan tata kelola investasi yang kuat, strategi diversifikasi yang matang, serta transparansi dalam pengelolaan asetnya. Model ini memungkinkan Temasek berkembang menjadi salah satu SWF paling berpengaruh di dunia.

Sebaliknya, Malaysia memiliki pengalaman pahit dengan skandal 1MDB, di mana SWF tersebut disalahgunakan hingga menimbulkan kerugian miliaran dolar akibat lemahnya pengawasan dan tingginya intervensi politik.

Alvin Desfiandi, Chief Economist Center for Market Education (CME), menekankan bahwa tata kelola yang lemah bisa menjadi ancaman besar bagi Danantara.

“Untuk menghindari nasib serupa 1MDB, Danantara harus menerapkan kerangka tata kelola (governance) yang kokoh, pengambilan keputusan yang transparan, dan standar akuntabilitas yang ketat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Alvin menambahkan bahwa dewan pengawas yang independen, audit berkala, serta budaya organisasi yang menekankan profesionalisme adalah langkah wajib bagi Danantara.

“Tanpa itu, Danantara hanya akan menjadi alat politik yang tidak memberikan manfaat nyata bagi ekonomi nasional,” tambahnya.

Namun, apakah susunan kepengurusan yang baru diumumkan ini sudah menjawab ekspektasi tersebut? Jawabannya masih terlalu dini untuk disimpulkan.

Mengenal Rosan Roeslani, CEO Danantara yang Juga Menjabat sebagai Menteri Investasi

Danantara Hadir di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Pembentukan Danantara bertepatan dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu. Pada Maret 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan, yang berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Bank Indonesia (BI) pun mengambil langkah ekspansif dengan membeli Surat Berharga Nasional (SBN) di pasar sekunder hingga Rp150 triliun untuk menstabilkan pasar keuangan. Namun, kebijakan ini tetap memiliki risiko, terutama jika tidak diimbangi dengan pembenahan struktural ekonomi.

Selain tekanan pasar modal, turunnya tingkat kepercayaan konsumen juga menjadi tantangan besar. Konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi tulang punggung PDB nasional dengan kontribusi sekitar 54%, terancam melemah. Padahal, momen Ramadan dan Lebaran biasanya menjadi dorongan bagi daya beli masyarakat.

Dalam situasi seperti ini, CME mengingatkan bahwa pemerintah harus berhati-hati agar mekanisme pasar tetap bekerja secara alami. Alvin menyatakan bahwa intervensi moneter jangka pendek bukanlah solusi utama.

“Solusi jangka panjang harus lebih mengutamakan pembenahan struktural dan kebijakan yang mendorong efisiensi pasar,” katanya.

Di sinilah Danantara memiliki peran penting. Jika dikelola dengan benar, SWF ini dapat mengurangi ketergantungan pada intervensi moneter yang reaktif dan lebih berfokus pada penguatan ekonomi secara fundamental.

Menteri BUMN Erick Thohir Ditunjuk Presiden Jadi Ketua Dewan Pengawas Danantara

Mampukah Danantara Menjawab Tantangan Ini?

Meski Danantara memiliki potensi besar, ada beberapa tantangan yang harus segera diatasi. Pertama, soal transparansi dan independensi pengelolaan. Peran manajemen Danantara dalam menghindari intervensi politik akan menjadi ujian utama dalam beberapa tahun ke depan.

Kedua, strategi investasi yang tepat. Dengan fokus pada sektor energi terbarukan, kecerdasan buatan, dan ketahanan pangan, Danantara harus memastikan bahwa alokasi modal dilakukan secara optimal dan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek.

Ketiga, koordinasi dengan kebijakan ekonomi lainnya. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, pemerintah harus memastikan bahwa peran Danantara sejalan dengan kebijakan fiskal dan moneter agar tidak menimbulkan distorsi dalam pasar keuangan.

“Dengan mengoptimalkan pengelolaan aset negara dan mengarahkan modal ke proyek-proyek produktif, Danantara berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan,” pungkas Alvin.

Kesuksesan Danantara tidak hanya ditentukan oleh susunan manajemennya, tetapi juga oleh bagaimana ia menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik.

Jika ingin menjadi “Temasek versi Indonesia,” Danantara harus membuktikan bahwa ia memiliki tata kelola yang kuat, strategi investasi yang cerdas, dan independensi yang terjaga.

Belajar dari Singapura dan Malaysia: Mengapa Danantara Bisa Menjadi Game-Changer bagi Indonesia?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *