
Posisi Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Amerika Serikat masih kosong sejak 2023. Jabatan ini sebelumnya diisi oleh Rosan Roeslani.
Rosan menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat sejak 12 Oktober 2021 hingga 16 November 2023. Kemudian, ia purna setelah ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hingga saat ini, kursi tersebut masih kosong.
Dubes menjadi kebutuhan strategis yang mendesak, mengingat Amerika Serikat merupakan mitra utama Indonesia dalam berbagai sektor, seperti perdagangan, investasi, pertahanan, hingga kerja sama teknologi dan perubahan iklim.
Mengingat posisi dan tanggung jawab yang sangat penting, bagaimana kriteria ideal pemilihan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat?
Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hafid Adim Pradana, M.A., menjelaskan beberapa kriteria “terbaik” bagi figur Dubes Indonesia di Washington.
Menurutnya, perlu sosok Dubes yang memiliki kapasitas diplomatik yang matang dan pemahaman menyeluruh terhadap dinamika kebijakan luar negeri Amerika Serikat, termasuk dalam konteks persaingan “dua kekuatan besar”.
Kriteria Ideal Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat
Adim menyebut jika figur Dubes Indonesia di Amerika Serikat harus mampu menavigasi kepentingan Indonesia secara cermat di tengah intensifikasi rivalitas AS dengan Tiongkok, dengan tetap menjunjung prinsip politik luar negeri yang bebas-aktif.
Selain itu, sangat penting bagi seorang Dubes untuk memahami secara mendalam berbagai isu yang kompleks, termasuk ekonomi, digital, inovasi, teknologi, dan transformasi industri.
“Penting bagi seorang Dubes Indonesia di Amerika Serikat untuk paham secara mendalam isu-isu ekonomi digital, inovasi teknologi, dan transformasi industri, mengingat arah kemitraan bilateral kini semakin berorientasi ke masa depan,” jelasnya saat dimintai keterangan oleh GNFI, Kamis (17/4/2025).
Di sisi lain, sosok Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat juga harus memiliki hubungan yang baik dan aksesibilitas terhadap pemangku kebijakan di dalam negeri, guna memastikan sinkroninasi kebijakan luar negeri dengan lebih efektif.
Kepala Laboratorium HI UMM ini juga memaparkan perlunya menghadirkan sesosok Dubes yang dapat menjalankan peran sebagai diplomat publik yang tidak hanya representatif secara protokoler, tetapi juga mampu mengartikulasikan narasi Indonesia secara persuasif di ruang publik Amerika Serikat.
“Singkatnya, Indonesia membutuhkan duta besar yang bukan hanya berkompeten secara teknis, tetapi juga strategis, komunikatif, dan adaptif terhadap perubahan geopolitik global,” imbuhnya.
Diplomat Karier vs Figur Politik, Mana yang Lebih Baik?
Kepemimpinan Donald Trump membawa perubahan yang signifikan dalam geopolitik global. Perlu ada pendekatan diplomatik yang disesuaikan dengan karakteristik kepemimpinan yang lebih transaksional dan berorientasi pada kepentingan domestik Amerika Serikat.
Dalam penjelasannya, Adim menerangkan pentingnya figur duta besar yang dapat mencerminkan keseimbangan antara kapasitas teknokratik dan kekuatan akses politik.
“Seorang diplomat karier dengan rekam jejak kuat tentu memiliki keunggulan dalam hal keahlian negosiasi dan pemahaman teknis terhadap isu bilateral,” sebutnya.
Akan tetapi, dalam konteks pemerintahan Trump yang sangat dipengaruhi oleh relasi personal dan dinamika politik domestik, sosok dengan jejaring politik yang kuat, baik di Washington maupun Jakarta juga tak kalah penting.
“Profil duta besar yang ideal bukan semata ditentukan oleh latar belakang profesional, tetapi oleh kemampuannya untuk menjembatani kepentingan strategis Indonesia melalui pendekatan yang adaptif, komunikatif, dan relevan dengan karakter pemerintahan AS saat ini,” tegas Adim.
Sosok Dubes Harus Berkapabilitas
Pada konteks diplomasi di Amerika Serikat, praktik lobbying merupakan elemen utama dalam pengaruh kebijakan. Dubes Indonesia idealnya memiliki pemahaman lintas sektor secara strategis, yang mencakup politik, ekonomi, pertahanan, hingga isu-isu seperti teknologi dan perubahan iklim.
Hal tersebut sangat penting mengingat hubungan bilateral Indonesia-AS tidak bersifat sektoral sempit, melainkan saling berkelindan dan dipengaruhi oleh berbagai “aktor” nonpemerintah, termasuk think tank, korporasi, lembaga legislatif, dan media.
Pada akhirnya, meskipun seorang Dubes Indonesia di Amerika Serikat tidak dituntut untuk benar-benar ahli di semua bidang, seorang duta besar perlu memiliki kapabilitas koordinatif dan wawasan yang strategis antarsektor.
“Seorang duta besar perlu memiliki kapabilitas koordinatif dan wawasan strategis antarsektor, agar mampu mengorkestrasi kepentingan Indonesia secara efektif di berbagai arena diplomatik yang bersifat simultan dan kompetitif,” ungkap sang dosen.
Di sisi lain, saat ditanyai tentang mana yang lebih dibutuhkan antara duta besar yang cakap dalam substansi kebijakan luar negeri atau duta besar yang andal menjalin relasi dan lobi efektif dengan Amerika Serikat, Adim menyiratkan jika idealnya dua hal tersebut tidak dipertentangkan, tetapi saling melengkapi.
Namun, jika harus diprioritaskan dalam konteks diplomasi, ia menyebut kemampuan membangun jejaring dan melakukan lobi politik secara efektif adalah sebuah hal yang sangat strategis. Ini disebabkan karena pengambilan kebijakan di Negeri Paman Sam yang sangat dipengaruhi oleh aktor noneksekutif, seperti Kongres, lembaga think tank, pelobi industri, dan opini publik.
“Duta besar yang mampu menerjemahkan substansi kebijakan luar negeri Indonesia ke dalam bahasa diplomasi yang dapat diterima dan didukung oleh ekosistem politik AS akan menjadi aset diplomatik yang krusial,” tutupnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
Kabar Baik Indonesia
Good News From Indonesia
Makin Tahu Indonesia
Kriteria Ideal Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat
duta besar indonesia untuk amerika serikat
dubes indonesia untuk as
kriteria ideal dubes indonesia untuk as
diplomat
duta besar
sosok duta besar indonesia yang cocok untuk amerika serikat
dubes indonesia di amerika serikat kosong
dosen HI UMM
Hafid Adim Pradana