
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) berkolaborasi dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengolah silika, salah satu produk sampingan panas bumi menjadi booster Katrili. Hal ini merupakan inovasi lokal yang dapat menjadi harapan bagi pertanian berkelanjutan di Indonesia.
Tak hanya di Lahendong, booster Katrili juga disosialisasikan melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa UGM di beberapa daerah di Pulau Jawa, seperti Wonosobo dan Magelang.
Ternyata booster Katrili juga mengandung kitosan yang berasal dari limbah kulit udang dan kepiting, dipilih karena ketersediaannya yang melimpah di Indonesia. Penggunaan limbah ini tidak hanya membantu mengurangi sampah, tetapi juga memberikan manfaat tambahan berupa perlindungan tanaman melalui kandungan kitosannya.
“Saat dikombinasikan dengan silika, kitosan berperan melapisi permukaan tanaman sehingga lebih tahan terhadap hama dan mampu menyimpan air lebih baik. Sementara itu, silika membantu memperkuat struktur dinding sel tanaman,” kata Ahli Panas Bumi Departemen Teknik Geologi UGM Ir. Pri Utami, M.Sc., Ph.D., IPM
Manfaat dirasakan petani
Booster Katrili digunakan dengan cara dicampur air, lalu disiramkan langsung ke tanah. Takarannya disesuaikan dengan karakteristik tanah dan jenis komoditas yang ditanam. Saat ini, booster Katrili telah digunakan pada berbagai komoditas, seperti tomat varietas Gustavi, kacang batik, bawang merah, dan padi.
Manfaat booster Katrili dirasakan langsung oleh dua petani asal Desa Tonsewer, Minahasa, yaituRommie dan Danni. Mereka mulai menggunakannya pada tahun 2024 untuk tanaman tomat.
“Dari segi kualitas, kami melihat hasil tanaman yang menggunakan booster Katrili lebih unggul dibanding yang hanya memakai pupuk kimia. Buahnya tampak lebih besar dan lebih tahan terhadap gangguan. Proses pematangannya juga lebih stabil, dengan risiko busuk yang jauh lebih rendah. Tanaman juga lebih tahan cuaca ekstrem, apalagi jika dikombinasikan dengan pupuk kimia,” pungkas Danni.
Rommie dan Danni merasa bangga sekaligus terbantu karena bisa menggunakan booster yang berasal dari tanah kelahiran mereka sendiri. Nama Katrili sendiri terinspirasi dari tarian rakyat Minahasa yang menjadi simbol rasa syukur dan harmoni. Rommie menyatakan sangat terbantu dengan adanya program PGE ini.
“Ke depannya, kami berharap program ini dapat terus berlanjut, sehingga lebih banyak petani lain yang dapat merasakan manfaatnya. Terlebih lagi, hasil dari pengelolaan komoditas ini berguna bagi banyak orang.”
Guna mendukung petani lokal dan memperkuat ketahanan pangan, PGE bersama UGM akan menyelenggarakan Panen Raya Katrili di Lahendong, pada Senin (26/5). Kegiatan ini akan melibatkan
kelompok tani dari Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) dan Gereja Masehi Injil di Minahasa (GMIM). Selain panen, masyarakat juga dapat menikmati kuliner khas lokal serta pertunjukan Tari Katrili.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News