Posted on Leave a comment

KUBET – Mengenang Hotel Inna Dibya Puri, Hotel Mewah Semarang yang Pernah Disinggahi RA Kartini dan Bung Karno

Mengenang Hotel Inna Dibya Puri, Hotel Mewah Semarang yang Pernah Disinggahi RA Kartini dan Bung Karno

images info

Hotel Inna Dibya Puri merupakan bangunan bersejarah yang berada di Kota Semarang. Hotel ini pernah menjadi tempat singgah para tamu negara dan saksi perjuangan para pemuda.

Dimuat dari Merdeka, Hotel Inna Dibya Puri yang terletak di Jalan Pemuda ini dibangun pada tahun 1847 ini. Awalnya hotel ini merupakan sebuah vila berlantai dua, yang kemudian disewakan menjadi losmen, dan dalam perkembangannya berubah menjadi hotel dengan nama Du Pavillon.

Hotel Du Pavillon merupakan salah satu hotel termewah di Kota Semarang sebelum abad ke-20. Hotel ini dibangun oleh seorang Tionghoa yang tidak diketahui namanya.

Dilansir dari kanal YouTube Tri Anaera Vloger, Hotel Du Pavillon mengusung gaya Indische Empire. Karena itu tidak heran hotel ini menjadi tempat singgah para tamu negara dan para pelancong Eropa yang datang ke Kota Semarang.

Selain itu, hotel ini menjadi tempat perkumpulan para pejabat Eropa, para priyayi, dan kaum intelektual saat itu. Perkumpulan masonik ini membahas rencana-rencana keanggotaan dan berbagai masalah sosial.

Dikunjungi tokoh penting

Keindahan dari hotel yang mempunyai luas bangunan mencapai 1,03 hektar sudah diakui oleh banyak tokoh. Pahlawan kemerdekaan RA Kartini pernah menuliskan cacatan soal hotel ini dalam Een Gouverneur Generalsdag.

RA Kartini ketika itu datang bersama saudaranya ke Semarang. Dia menuliskan pengalamannya waktu melihat dan menginap di hotel tersebut.

Menurutnya gapura kehormatan yang bermandikan lampu cahaya di Hotel Du Pavillon itu tampak seperti pemandangan dalam dongeng tentang kota ajaib.

Selain Kartini, Presiden pertama Soekarno, serta presiden kedua Indonesia, Soeharto juga pernah menginap di hotel ini.  Pada masa pemerintahan Soeharto pun diberikan mandat untuk semua PNS yang bertugas di Semarang diwajibkan menginap di hotel ini.

Namun sebelumnya, pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama sekitar tahun 1945, keindahan hotel ini pernah sirna oleh konstelasi politik nasional yang terjadi di Kota Semarang.

Terlebih lagi saat hotel ini menjadi tempat pertempuran antara para pejuang kemerdeaan Indonesia dengan para serdadu Belanda sekitar tahun 1945. Kala itu, masa revolusi fisik pemuda Semarang terlibat baku tembak dengan para penjajah dalam pertempuran lima hari di Semarang.

Karena pertempuran itu, beberapa bagian bangunan seperti dinding dan jendela mengalami kerusakan. Pasca perang tahun 1945, hotel yang berada di Jalan Pemuda ini berganti-ganti tangan pengelola, mulai dari Pemerintah Kota Semarang, Departemen Perhubungan dan Departemen Parawisata.

Terbengkalai

Hotel ini sempat beberapa kali mengalami renovasi seperti di tahun 1899 dan juga tahun 1913. Renovasi dilakukan untuk menyambut para tamu penting yang bakal hadir dalam acara “Colonial Exhibition” pada tahun 1914.

Dalam renovasi tersebut, gedung hotel mulai dialiri listrik dari ANIEM. Sanitasi juga dibenahi. Total renovasi itu menelan biaya 250.000 gulden.

Setelah perang kemerdekaan, Hotel itu berubah nama menjadi Inna Dibya Puri pada tahun 1957 dan mengalami renovasi kembali pada tahun 1964.  Setelah berganti nama, hotel masih berfungsi sebagai tempat penginapan.

Hotel Dibya Puri selama beroperasi memiliki sekitar 135 karyawan. Namun, memasuki masa-masa penutupan pada 2008 karyawan yang bekerja hanya tinggal 33 orang.

Hotel ini lalu tutup pada 2008, karena kalah bersaing dengan tempat penginapan lain yang lebih modern. Halamannya yang luas malah digunakan untuk parkir kendaraan warga yang berkunjung di sekitar lokasi hotel.

“Sekarang kondisi hotel ini di dalamnya sudah hancur. Kalau ada yang masuk, takutnya tertimpa runtuhan, kadang ada genteng yang jatuh ke bawah sendiri,” ujar Mingan yang dimuat dari Halo Semarang.

Beredar kabar rencana revitalisasi hotel legendaris tersebut. Tetapi hingga sekarang rencana itu belum terwujud.

“Tapi setelah ornamen dan atapnya dibongkar, tiba-tiba dihentikan karena kena pandemi pada 2020. Sampai sekarang belum dilanjut lagi. Cuma baru-baru ini kan ada kabar kalau Pak Wali (Hendar Prihadi) mau merenovasi Hotel Dibya Puri, terus terang saya ikut senang karena biar bagaimanapun sebagai orang Jawa, saya merasa hotel ini sudah jadi sawah ladang keluarga saya. Bapak saya dulu kerja di sini, terus dilanjutkan ke saya, anak-anak saya juga merasakan hasil dari hotel ini dengan memanfaatkan halaman hotelnya jadi tempat parkir yang saya jaga,” beber dia.

Sumber:

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *