
Kabar baik datang dari dunia film Indonesia. Film dokumenter pendek atau short documentary bertajuk Mama Jo sukses menggondol penghargaan Best Short Documentary di ajang bergengsi, Golden FEMI Film Festival 2024, yang digelar di Sofia, Bulgaria, Sabtu (7/6/2025).
Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Sofia, Irvan Fachrizal, dan didampingi Margaretta Puspita, Sekretaris Pertama Fungsi Pensosbud. Pada agenda itu, hadir juga Wakil Presiden Bulgaria, Iliana Iotova, dan jajaran dewan juri, para pembuat film, dan tamu undangan lainnya.
Melansir dari laman resminya, Golden FEMI Festival adalah sebuah ajang film yang bertujuan untuk mengundang lebih banyak ruang dan orang untuk saling terlibat dalam seni audiovisual. Festival ini juga memberi tempat bagi kelompok-kelompok yang suaranya “kurang terdengar”—seperti kelompok difabel—agar karyanya bisa tampil dan dihargai.
Bukan hanya sekadar festival biasa, Golden Femi Festival juga mengajak seluruh pembuat film untuk saling bertukar ide. Bahkan, festival ini juga memberikan ruang bagi karya-karya unik dan tidak biasa, termasuk karya eksperimental dan film buatan mahasiswa.
Salut! Ini yang Dilakukan KAI untuk Berikan Layanan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
Mama Jo, Potret Perjuangan Keluarga dengan Segala Keterbatasannya
Mama Jo mengisahkan perjuangan seorang ibu tangguh, Santi, yang teguh menghidupi Johan, sang putra yang berusia sembilan tahun dan menderita cerebral palsy. Santi berjuang mati-matian demi memberikan yang terbaik untuk buah hatinya.
Namun, karena keterbatasan ekonomi dan fasilitas, Santi hanya bisa membawa Jo ke sekolah umum. Keduanya menghadapi tantangan yang sekaligus menampar realita bagaimana kehidupan para disabilitas di tengah-tengah masyarakat. Mama Jo menunjukkan realitas yang acap luput dari perhatian, yaitu perjuangan dan keteguhan keluarga penyandang disabilitas di seluruh dunia.
Film ini diproduksi oleh Eagle Institute Indonesia. Dengan sentuhan sineas berbakat tanah air, Ineu Rahmawati, Mama Jo berhasil menggetarkan hati para penontonnya dengan pesan-pesan moralnya yang mendalam.
Melalui karya itu, penonton diajak untuk memahami bahwa seluruh manusia berhak untuk mendapatkan akses yang setara, termasuk bagi mereka yang memiliki keterbatasan khusus. Inklusivitas, akses, dan martabat merupakan hak universal yang harus diperjuangkan bersama.
Sebelumnya, film Mama Jo sudah terlebih dahulu melenggang ke Serbia dan Yunani di tahun 2024. Tak hanya itu, film ini juga akan diputar di klub film Universitas Sofia, Bulgaria, dalam waktu dekat.
Harapan dan Upaya Pemenuhan Hak untuk Disabilitas
Dalam rilis resmi KBRI Sofia, beberapa tahun terakhir, Indonesia tengah berupaya untuk memenuhi hak-hak anak penyandang disabilitas, termasuk dalam akses pendidikan, layanan kesehatan, dan dukungan sosial yang inklusif.
Laporan Statistik Pendidikan 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirangkum oleh GoodStats menunjukkan, penyandang disabilitas berusia lebih dari lima tahun di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Disebut bahwa hanya sekitar 64 persen dari jumlah anak disabilitas di Indonesia yang menempuh pendidikan dengan beberapa alasan, seperti biaya, learned helplessness, dan penolakan dari sekolah.
“Mulai dari narasi fiksi hingga dokumenter yang menyuarakan kesadaran sosial seperti Mama Jo, para sineas Indonesia semakin menunjukkan keberanian mereka untuk menyuarakan yang tak terlihat, yang terpinggirkan, dan kekuatan jiwa manusia dalam segala kompleksitasnya,” demikian bunyi rilis KBRI Sofia.
17,85% Penyandang Disabilitas di Indonesia Tidak Pernah Sekolah, Apa yang Salah?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News