
Bagi Kawan yang berdomisili di Palembang dan Sumatra Selatan, apakah pernah mencoba salah satu jajanan tradisional khas daerah ini, yakni kue maksuba? Jajanan tradisional ini merupakan salah satu kuliner yang patut Kawan coba ketika berkunjung ke daerah tersebut.
Bicara soal kuliner yang berasal dari Palembang dan Sumatra Selatan, umumnya khalayak luas akan langsung berpikiran pempek dan sejenisnya. Padahal masih banyak kuliner khas daerah Palembang lainnya yang patut Kawan coba, termasuk kue maksuba.
Terlebih bagi masyarakat Palembang, kue maksuba tidak hanya sekadar makanan dan jajanan tradisional saja. Kuliner yang satu ini juga memiliki makna dan nilai filosofis yang mendalam bagi masyarakat.
Lantas bagaimana penjelasan lebih lanjut terkait kuliner khas Sumatra Selatan tersebut? Simak pembahasannya dalam artikel berikut ini.
Mengenal Kue Maksuba
Kue maksuba merupakan salah satu jajanan tradisional yang berasal dari daerah Palembang, Sumatra Selatan. Jajanan tradisional ini biasanya dikonsumsi sebagai makanan ringan oleh masyarakat.
Sekilas kue maksuba memiliki bentuk yang mirip dengan lapis legit. Namun sebenarnya ada sedikit perbedaan antara kedua jenis kuliner tersebut.
Dilansir dari laman IDN Times, salah satu perbedaan bisa dilihat dari bahan dasar kue maksuba yang berbeda dengan lapis legit. Jajanan tradisional ini tidak menggunakan tepung dalam proses pembuatannya.
Selain itu bentuk dari kedua makanan ini juga sedikit berbeda jika dilihat secara lebih teliti. Tekstur dari kue maksuba lebih padat dan tidak berpori selayaknya lapis legit.
Keberadaan kue maksuba ternyata sudah ada sejak lama di tengah masyarakat Palembang. Dikutip dari artikel Nurul Sukma Lestari dan Grace Sella Winata, “Kue Maksuba Warisan Masa Lampau yang Berpotensi Sebagai Daya Tarik Wisatawan” yang terbit di Jurnal Pringgitan, jajanan tradisional ini diketahui sudah ada sejak masa Kesultanan Palembang.
Pada waktu itu masyarakat membutuhkan kudapan yang bisa bertahan lama. Apalagi saat itu belum ada teknologi yang bisa mempertahankan kualitas makanan, seperti lemari es dan sejenisnya.
Oleh sebab itu, munculah inovasi untuk membuat jajanan yang tahan lama. Akhirnya terciptalah kue maksuba yang bisa bertahan lebih kurang selama lima hari.
Namun dulunya tidak setiap orang bisa mengonsumsi kudapan yang satu ini. Dulunya kue maksuba hanya bisa dikonsumsi oleh kalangan atas saja.
Penggunaan telur bebek yang menjadi bahan dasar kue maksuba menjadi alasan mengapa hanya kalangan atas saja yang bisa mengonsumsi kudapan tersebut. Belum lagi penggunaan bahan dasar lainnya yang membutuhkan biaya tidak sedikit untuk mendapatkannya.
Selain itu tidak semua orang juga yang memiliki keahlian untuk membuat kue maksuba. Pada saat itu, keahlian membuat kudapan ini diwariskan secara turun temurun dari seorang “Panggong” atau juru masak.
Meskipun demikian pada saat ini setiap orang sudah bisa mengonsumsi kuliner yang satu ini secara bebas. Tidak ada lagi batasan sosial yang menghalangi seseorang untuk menikmati kudapan tradisional tersebut.
Memiliki Nilai Filosofis yang Mendalam
Bagi masyarakat Palembang, kue maksuba lebih dari sekadar makanan saja. Terdapat makna filosofis yang terkandung dalam kuliner khas yang satu ini.
Dinukil dari laman Indonesia.go.id, kue maksuba dilambangkan sebagai simbol kesabaran dan ketelatenan. Hal ini didasari pada proses pembuatan kue maksuba yang membutuhkan waktu lama.
Selain itu, kue maksuba juga dianggap sebagai simbol penghargaan terhadap seseorang. Tidak heran jajanan tradisional ini juga sering disajikan dalam beberapa momen penting yang ada di tengah masyarakat, seperti acara lamaran, pernikahan, hingga perayaan hari besar keagamaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News