
Legenda Putri Mambang Linau adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari daerah Riau. Legenda ini berkisah tentang seorang bidadari yang turun ke bumi dari kahyangan.
Bagaimana kisah lengkap dari legenda tersebut? Simak cerita legenda Putri Mambang Linau dalam artikel berikut ini.
Legenda Putri Mambang Linau
Dikutip dari buku Dian K. yang berjudul 100 Cerita Rakyat Nusantara, dikisahkan pada zaman dahulu hiduplah seorang pemuda yang bernama Bujang Enok. Dirinya sehari-hari selalu pergi mencari kayu ke dalam hutan.
Pada suatu hari, Bujang Enok masuk ke dalam hutan seperti biasa. Namun kali ini tiba-tiba dirinya menemui seekor ular berbisa yang muncul di depannya.
Untungnya Bujang Enok selalu dalam kondisi siap ketika masuk ke dalam hutan. Dirinya bisa dengan mudah membunuh ular berbisa tersebut sebelum menyerangnya.
Bujang Enok kemudian melanjutkan aktivitasnya untuk mencari kayu. Dalam perjalanan pulang, Bujang Enok melihat sekelompok perempuan yang sedang bercakap-cakap.
Kelompok perempuan ini membahas tentang tindakan Bujang Enok yang sebelumnya berhasil membunuh ular berbisa di dalam hutan. Pada saat itu Bujang Enok paham bahwa ular itu sudah meresahkan masyarakat selama ini.
Sesampainya di rumah, Bujang Enok langsung menuju dapur untuk memasak. Namun di luar dugaan ternyata sudah ada sederet makanan yang ditata di meja dapurnya,
Bujang Enok tidak mengetahui siapa yang menyajikan makanan tersebut. Bujang Enok kemudian memakan makanan yang sudah tersedia karena merasa lapar.
Keesokan harinya, Bujang Enok masih penasaran siapa yang memasak makanan di dapurnya. Bujang Enok kemudian pergi ke dapur untuk mengecek kembali situasi di rumahnya.
Ternyata di dapur sudah ada tujuh orang perempuan yang sedang mempersiapkan makanan. Tujuh perempuan ini merupakan kelompok yang sedang berbincang dan ditemui Bujang Enok sebelumnya.
Bujang Enok terkesima dengan kecantikan ketujuh perempuan tersebut, terutama yang menggunakan selendang jingga. Akan tetapi, Bujang Enok hanya bisa mengintip dari kejauhan.
Setelah selesai memasak, ketujuh perempuan ini kemudian pergi ke luar dan terbang ke angkasa. Ternyata mereka merupakan bidadari yang turun dari kahyangan.
Namun terdapat satu orang bidadari yang tidak bisa terbang, yakni yang memiliki selendang jingga. Dia tidak bisa menemukan selendang yang dimiliki sehingga tidak bisa terbang kembali ke kahyangan.
Bidadari ini tidak sadar bahwa selendang yang dia miliki sebenarnya tersangkut di pintu rumah Bujang Enok. Dia hanya bisa menangis tersedu-sedu karena ditinggal oleh teman-temannya.
Bujang Enok kemudian keluar rumah dan menghampiri bidadari itu. Dirinya kemudian berkenalan dan mengetahui nama bidadari tersebut, yakni Putri Mambang Linau.
Dirinya juga mengembalikan selendang yang sebelumnya tersangkut di pintu. Namun ketika mengembalikan selendang ini, Bujang Enok mengajak Putri Mambang Linau untuk tinggal dan menikah dengan dirinya.
Setelah berpikir sebentar, Putri Mambang Linau menyetujui permintaan Bujang Enok. Namun Putri Mambang Linau memberi syarat bahwa Bujang Enok tidak boleh memintanya untuk menari hingga akhir hayat.
Bujang Enok pun menyetujui persyaratan yang diberikan kepadanya. Akhirnya Putri Mambang Linau menikah dengan Bujang Enok dan tinggal bersamanya.
Tahun demi tahun pun berlalu. Keluarga Bujang Enok dan Putri Mambang Linau tumbuh dengan harmonis.
Bahkan mereka dikenal suka membantu masyarakat sekitar yang kesusahan. Tidak heran banyak masyarakat yang menyayangi keluarga Bujang Enok dan Putri Mambang Linau.
Kabar kebaikan Bujang Enok ternyata sampai ke telinga raja. Untuk membalas budi Bujang Enok, dirinya diangkat menjadi kepala desa di kampungnya.
Pada suatu hari, seluruh kepala desa diundang oleh raja ke istana. Tidak hanya itu, para istri dari kepala kampung juga turut diundang.
Bujang Enok dan Putri Mambang Linau pun berangkat ke istana. Di sana sang raja sudah mengadakan pesta untuk menyambut kedatangan para kepala desa.
Di tengah pesta, sang raja meminta para istri untuk menari di tengah istana. Para istri kepala desa juga diminta untuk menari bersama.
Bujang Enok merasa bimbang mendengarkan hal itu. Di satu sisi dia tidak ingin melawan titah dari raja.
Di sisi lain, dia sudah berjanji kepada Putri Mambang Linau untuk tidak memintanya menari. Bujang Enok pun menyampaikan kegusarannya ini kepada sang istri.
Mendengar hal itu, Putri Mambang Linau tidak ingin membuat suaminya khawatir. Dirinya kemudian bergabung dengan para istri lainnya dan menari di tengah istana.
Namun di tengah tarian, tubuh Putri Mambang Linau tiba-tiba terbang ke angkasa. Ternyata pantangan yang dia sampaikan selama ini bertujuan agar dirinya tidak kembali lagi ke kahyangan.
Bujang Enok hanya bisa menatap sedih kepergian istrinya ke kahyangan. Melihat hal ini, sang raja kemudian mengangkat Bujang Enok sebagai penghulu istana atas kesetiaannya kepada dirinya.
Akhirnya Bujang Enok mengabdikan diri kepada rakyat dan raja hingga akhir hayatnya sebagai penghulu istana.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News