
Momen Ramadan pada tahun ini tidak terasa sudah mulai memasuki pertengahan bulan. Tidak lama lagi, salah satu momen penting di bulan suci bagi umat Islam ini juga akan tiba, yakni Nuzulul Quran.
Nuzulul Quran menjadi salah satu peristiwa penting yang terjadi pada saat momen Ramadan. Tidak heran peristiwa penting ini sering kali diperingati dengan acara khusus yang diadakan saat momentumnya tiba.
Perayaan peringatan Nuzulul Quran ini tidak hanya terjadi pada saat ini saja. Peristiwa ini sudah diperingati oleh umat Muslim sejak bertahun-tahun sebelumnya.
Bahkan peringatan ini tidak hanya diselenggarakan dalam lingkup masjid atau musala yang ada di sekitar lingkungan masyarakat saja. Peringatan peristiwa Nuzulul Quran juga pernah diadakan dalam taraf pemerintah pusat.
Salah satu peringatan terkait momentum ini pernah terjadi pada 1951 silam. Pada saat itu, perayaan Nuzulul Quran pernah diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta dan dihadiri langsung oleh Presiden Soekarno serta pejabat penting lainnya.
Tidak hanya itu, Presiden Soekarno juga ikut memberikan pidato dalam perayaan momen penting ini. Lantas apa saja pesan yang disampaikan oleh Presiden Soekarno dalam momen peringatan Nuzulul Quran di Istana Negara pada 1951?
Momen Nuzulul Quran saat Ramadan
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Nuzulul Quran merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam. Dilansir dari laman UIN Sunan Gunung Djati, peristiwa ini merujuk pada momentum turunnya pertama kali kitab suci umat Islam, yakni Al-Qur’an.
Menurut riwayatnya, Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lewat perantara Malaikat Jibril ketika sedang berdiam diri di Gua Hira. Wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Surah Al-Alaq ayat 1-5.
Peristiwa ini menjadi tanda kenabian bagi Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu berusia 40 tahun. Hal inilah yang membuat peristiwa Nuzulul Quran menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Perayaan Nuzulul Quran di Istana Negara pada 1951
Peringatan terkait momen penting turunnya Al-Qur’an ini juga pernah diadakan oleh Pemerintah Indonesia pada 1951 lalu. Peringatan ini diadakan di Istana Negara, Jakarta.
Dikutip dari artikel “Pres. Sukarno Spoort Aan tot Hard Werken” yang terbit di Het nieuwsblad voor Sumatra edisi 21 Juni 1951 dan “Herdenking Nurulul Al Quran Ten Paleize” di
Algemeen Indisch Dagblad: de Preangerbode edisi 23 Juni 1951, acara tersebut dihadiri oleh 2 ribu tamu undangan. Tidak hanya itu, beberapa pejabat penting negara juga turut hadir dalam acara peringatan peristiwa tersebut, seperti Soekiman Wirjosandjojo, Suwiryo, Kyai Haji Wahid Hasjim, Achmad Soebardjo, dan Arnold Mononutu.
Presiden Soekarno turut memberikan pidato dalam peringatan ini. Dalam pidatonya, Presiden Soekarno mengajak setiap umat Islam yang ada di Indonesia untuk terus berjuang dan berkorban demi kesejahteraan bangsa dan negara.
“Kita boleh bangga memperingati Nuzulul AlQur’an. Kita boleh bangga menjadi Muslim. Kita boleh bangga memiliki Nabi Muhammad. Akan tetapi apa gunanya jika kita tidak memperjuangkan kesejahteraan negara dan rakyatnya, atau dalam istilah Islam disebut dengan berkorban?” tutur Presiden Soekarno dalam pidatonya, dikutip dari Algemeen Indisch Dagblad: de Preangerbode.
Presiden Soekarno menghubungkannya dengan salah satu ayat yang ada di dalam Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah kaum jika mereka tidak mengubah nasibnya sendiri. Oleh sebab itu, Presiden Soekarno mendorong masyarakat untuk bisa terus berjuang dalam hidupnya.
Selain Presiden Soekarno, Kyai Haji Wahid Hasyim dan Gaffar Ismail juga turut memberikan ceramah pada momentum ini. Kedua ulama tersebut memberikan penjelasan tentang makna serta nilai filosofis yang terkandung dalam momentum Nuzulul Quran.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News