
Bagaimana jika dua masalah sampah ternyata saling berkaitan dan salah satunya justru dapat menjadi solusi? Tentu hal ini menjadi sebuah peluang jika dua masalah yang saling terkait dapat dituntaskan melalui pemanfaatan sampah secara andal.
Inilah hasil pemikiran genius Jalu Bahtiar Baharudin, mahasiswa jurusan Biologi UNY yang meramu sampah kulit jeruk menjadi bahan penyerap limbah pewarna batik di Yogyakarta.
Jalu, memperkenalkan metode penyerapan limbah pewarna batik menggunakan sampah kulit jeruk. Penemuan unik ini dibawa ke Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta tahun 2024.
PKM merupakan program Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang memberikan wadah bagi mahasiswa dalam mengembangkan potensi kreatif dan inovatif. Tidak hanya menghasilkan produk atau barang, PKM juga mewadahi mahasiswa humaniora untuk menghasilkan gagasan yang dapat diterapkan dalam masyarakat.
Limbah Cair Tahu Mengganggu? Ini Cara Mudah Sulap Jadikan Pupuk Organik
Cetuskan Solusi Berbasis Budaya
Ide pemanfaatan kulit jeruk sebagai bioadsorben atau penyerap limbah pewarna batik ini didasari pada fenomena dan permasalahan di lapangan.
Jalu sebagai mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta melihat banyak aktivitas membatik di Daerah Istimewa itu yang menghasilkan limbah cair dengan pewarna sintetis. Mayoritas, limbah tersebut langsung dibuang tanpa adanya pengolahan sehingga rawan mencemari lingkungan.
Sebab, air yang tercemari limbah tersebut sehingga menyebabkan perubahan warna dan bau sudah tidak layak dikonsumsi.
Ramuan Kopi dari Manokwari Pencegah Hipertensi: Perpaduan Arabica dan Tanaman Akway
Jalu kemudian menemukan ide untuk mengurangi permasalahan tersebut lewat pendekatan budaya, utamanya budaya populer.
Usai teh jumbo digandrungi masyarakat, kini jeruk peras menjadi minuman yang juga banyak dikonsumsi. Tingginya permintaan es jeruk membuat sampah kulit jeruk turut meningkat sebab pemanfaatan kulit jeruk belum dilakukan secara maksimal.
Jalu bersama timnya kemudian melakukan penelitian terhadap kandungan kulit jeruk peras (Citrus sinensis). Hasilnya, mereka menemukan limbah kulit jeruk mengandung senyawa pektin yang berpotensi menjadi bioadsorben alami. Pektin ini memiliki gugus karboksil dan hidroksil yang dapat mengikat zat pewarna berbahaya dalam limbah batik.
Pengembangan Baru dari UGM: Melon Lokal jadi Bahan Pembuatan Kosmetik
Nano Spray dari Kulit Jeruk Terobosan Mahasiswa UNY
Pemanfaatan kulit jeruk sebenarnya bukan pertama kali ini dilakukan. Sebelumnya pada 2021, mahasiswa UNY juga membuat nano spray dari ekstrak kulit yang berfungsi sebagai antiradiasi akibat sinar biru.
Bedanya, nano spray ini memanfaatkan kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sedangkan bioadsorben limbah pewarna menggunakan kulit jeruk peras (Citrus sinensis).
Nano spray yang diciptakan mahasiswa UNY bertujuan untuk mencegah radikal bebas pada kulit. Kulit jeruk nipis dipilih sebab dinilai lebih praktis dan efektif karena memiliki antioksidan yang tinggi.
Hasil Pemikiran Mahasiswa UB di Kolam: Limbah Sayuran Jadi Pakan Ikan
“Nano spray adalah minyak semprot yang menggunakan teknologi nanometer untuk mengubah air menjadi partikel atom dalam beberapa detik sehingga nutrisi dan kadar oksigen dalam air bisa masuk ke dalam pori-pori kulit,” jelas Madda Nur Abidin.
Kulit jeruk nipis diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan kandungan flavonoid, antioksidan alami yang banyak ditemukan pada tumbuhan, terutama pada buah-buahan dan sayuran.
“Kulit jeruk nipis berperan sebagai antioksidan dan dapat diolah untuk mendapatkan kandungan pektin dan flavonoid” kata Atikah Zukhrufiyah Widodo, yang juga menjadi inovator nano spray.
Kisah Janu, Lulusan Inggris Lewat LPDP yang Milih Bermanfaat dengan Jualan Sayur di Yogyakarta
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News