
Setiap simbol memiliki cerita. Bagi Universitas Gadjah Mada (UGM), jaket almamater dengan warna karung goni khasnya menyimpan sejarah yang erat kaitannya dengan sosok Prof. Sjafri Sairi, seorang guru besar Antropologi.
Tidak banyak yang tahu, bahwa Prof. Sjafri adalah salah satu pengurus Dewan Mahasiswa (DEMA) UGM di era 1970-an. Pada masa itu, ia yang memainkan peran penting dalam perubahan dan pengenalan jaket almamater yang kini menjadi identitas mahasiswa Universitas Gadjah Mada.
Dalam sebuah wawancara bersama Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada), Prof. Sjafri mengenang masa ketika jaket almamater UGM dengan warna dan model baru pertama kali dibuat.
Tertarik dengan Kesetaraan Gender? UGM Jadi Kampus dengan Studi Gender Terbaik di Indonesia
Ternyata, dulu jaket almamater UGM berwarna hijau muda, seperti warna bendera Kraton Yogyakarta. Namun, ketika Prof. Sjafri aktif di Dewan Mahasiswa (DEMA) seksi kesenian pada tahun 1970, terdapat temuan bahwa warna jaket almamater tersebut kurang disukai mahasiswa. Dari situ, tercetuslah ide untuk mengubah warna jaket almamater UGM.
Prof. Sjafri pada saat itu ditugaskan oleh DEMA bersama dengan M. Thalib Mberu untuk mewujudkan gagasan mengubah jaket almamater UGM. Keduanya membagi tugas: Thalib mencari kain dan Prof. Sjafri yang mencari penjahitnya.
Semuanya lantas sepakat bahwa warna yang dipilih adalah warna cokelat kehijauan mirip warna karung goni dan tempat menjahitnya di Jl. Yudonegaran.
Yang menarik, jas milik Prof. Sjafri ternyata yang pertama dibuat.
Pengembangan Baru dari UGM: Melon Lokal jadi Bahan Pembuatan Kosmetik
“Yang bikin saya surprise, punya saya justru didahulukan. Kata tukang jahitnya bikin satu dulu sebagai sampel dulu. Maka sayalah yang pertama kali punya jaket almamater warna baru,” kenangnya disertai tawa.
Momentum besar terjadi pada tahun 1971, saat itu UGM mengikuti Festival Kesenian Lima Universitas di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Dalam festival tersebut, UGM menampilkan “Sendratari Gadjah Mada” di bawah arahan Prof. Soedarsono. Beberapa pengurus DEMA, termasuk Prof. Sjafri, turut menghadiri acara tersebut dengan mengenakan jaket almamater baru.
Penghargaan Akademik Tertinggi dari Pemerintah Prancis untuk Guru Besar UGM
Inilah pertama kalinya jaket ini diperkenalkan kepada publik.
Sebagai seorang antropolog, Prof. Sjafri memahami pentingnya simbol dalam membangun identitas.
Warna jaket almamater UGM yang khas tidak hanya membedakannya dari universitas lain, tetapi juga menjadi cerminan karakter unik UGM.
“Saya bangga menjadi pelaku sejarah terkait dengan warna jaket almamater. Banyak yang mengakui warnanya lain daripada yang lain, dan akhirnya benar-benar menjadi ciri khas UGM,” ujarnya.
Terapi Kesehatan Mental Berbasis Budaya, Kolaborasi Ilmu Psikologi dan Antropologi dari Prof. Subandi
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News