
Dalam upaya mengatasi kesenjangan pendanaan pembangunan infrastruktur nasional, pemerintah Indonesia mulai memanfaatkan berbagai alternatif pembiayaan.
Salah satu pendekatan yang ditempuh adalah penerbitan green sukuk atau obligasi hijau syariah.
Instrumen ini tak sekedar menawarkan solusi pembiayaan, tetapi juga mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Menjawab Kesenjangan Pendanaan Infrastruktur
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kebutuhan investasi infrastruktur nasional dalam periode 2025–2029 diperkirakan mencapai USD625,37 miliar.
Namun, kemampuan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sekitar 40 persen dari total tersebut, atau setara USD250,15 miliar (sekitar Rp4.065 triliun).
Artinya, terdapat kesenjangan pendanaan yang signifikan yang tidak bisa ditutup oleh pemerintah sendiri.
“Penerbitan instrumen ini merupakan salah satu cara pemerintah memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan melalui partisipasi swasta,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi International Conference of Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (12/6/2025).
Capaian Green Sukuk Indonesia
Sejak pertama kali diterbitkan, green sukuk telah menunjukkan pertumbuhan signifikan. Hingga 2025, total penerbitan green sukuk Indonesia telah mencapai USD6,6 miliar secara global dan Rp78,8 triliun secara domestik
Pemerintah juga memperluas cakupan instrumen ini dengan menerbitkan domestic wholesale green sukuk, yang akumulasi totalnya mencapai Rp21,03 triliun. Rinciannya sebagai berikut:
- Rp4,75 triliun (2022)
- Rp7,28 triliun (2023)
- Rp6 triliun (2024)
- Rp3 triliun (2025)
Upaya ini menjadi optimisme untuk pemerintah dalam mendorong investasi hijau berbasis syariah, sekaligus memperkuat peran Indonesia di pasar keuangan internasional dalam hal pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance).
Mengundang Partisipasi Swasta dan Mitra Global
Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa green sukuk merupakan instrumen inklusif yang memungkinkan sektor swasta dan mitra global ikut ambil bagian dalam pembiayaan pembangunan yang ramah lingkungan. Dengan pasar yang terus tumbuh dan kebutuhan investasi yang besar, peluang untuk menarik investor domestik maupun internasional sangat terbuka.
“Indonesia perlu dukungan dari banyak mitra untuk memungkinkan sumber pendanaan yang luas,” tambahnya.
Penerbitan green sukuk juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan target net zero emissions pada 2060.
Dana yang dihimpun melalui green sukuk digunakan untuk proyek-proyek yang berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon, peningkatan ketahanan iklim, dan pengembangan infrastruktur berkelanjutan seperti energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, serta pengelolaan limbah dan air.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News