
Banyak orang mengira tupai dan bajing adalah hewan yang sama karena kemiripan fisik dan habitatnya di pepohonan.
Namun, keduanya sebenarnya berasal dari ordo yang berbeda dan memiliki karakteristik unik yang membedakannya.
Dr. Maryati Surya, Koordinator Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi serta Peneliti Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University, menjelaskan perbedaan mendasar antara kedua hewan ini.
Taksonomi dan Klasifikasi
Tupai (Tupaia) termasuk dalam ordo Scandentia, yang terdiri dari dua famili: Tupaiidae (aktif di siang hari) dan Ptilocercidae (aktif di malam hari).
Sementara itu, bajing berasal dari ordo Rodentia (hewan pengerat) dan tergabung dalam famili Sciuridae.
Perbedaan taksonomi tersebut menunjukkan bahwa keduanya tidak berkerabat dekat, meski secara sekilas terlihat serupa.
Karakteristik Fisik dan Perilaku
Tupai memiliki tubuh kecil dengan berat antara 45–350 gram dan panjang 12–21 cm. Moncongnya lebih runcing, mirip celurut, dan wajahnya lebih tirus dibanding bajing.
Mereka hidup soliter (menyendiri) dan bersifat monogami. Sebagai omnivora, tupai memakan serangga, kutu, hewan kecil, serta buah dan biji-bijian.
Di sisi lain, bajing memiliki ekor panjang dan lebat yang melengkung ke atas, kepala bulat, serta mata besar. Mereka hidup berkelompok dan lebih sosial dibanding tupai.
Bajing adalah herbivora yang mengonsumsi kacang-kacangan, buah, dan biji-bijian, sehingga sering dianggap hama oleh manusia karena kerap merusak tanaman.
Baca juga Mengungkap Temuan Baru dari Tupai Tanah Berjumbai yang Misterius di Borneo
Habitat dan Penyebaran
Tupai tersebar di wilayah tropis, mulai dari India hingga Filipina, termasuk Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan).
Mereka dapat hidup di pohon (arboreal) maupun di tanah (terestrial), dengan preferensi di hutan tropis dan perkebunan.
Bajing lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan manusia dan sering ditemukan di kebun, taman, atau bahkan pemukiman.
Ukurannya bervariasi, dari jenis kecil (10–14 cm) hingga besar seperti marmot yang beratnya bisa mencapai lebih dari 8 kg.
Manfaat dalam Penelitian Medis
Selain sebagai satwa liar, tupai memiliki peran penting dalam penelitian medis. PSSP IPB University telah mengembangkan kultur sel hati (hepatosit) Tupaia javanica sebagai model in vitro untuk mempelajari virus hepatitis B yang berasal dari primata seperti owa dan orangutan.
Kolaborasi penelitian juga dilakukan dengan Mochtar Riady Institute of Nanotechnology untuk studi hepatitis C pada manusia, serta dengan Divisi Hepatobilier FKUI untuk penelitian hepatitis B. Temuan ini membuka peluang pemanfaatan tupai dalam pengembangan vaksin dan terapi penyakit menular.
Pentingnya Pemahaman Tentang Satwa
Dr. Maryati menekankan pentingnya membedakan tupai dan bajing, terutama dalam konteks konservasi dan interaksi manusia dengan satwa liar.
Kesalahan identifikasi dapat memengaruhi upaya perlindungan dan penelitian. Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat dapat lebih bijak dalam memperlakukan kedua spesies ini.
Dari segi ekologi, tupai berperan dalam pengendalian populasi serangga, sementara bajing membantu penyebaran biji tanaman.
Keduanya memiliki peran penting dalam keseimbangan alam, sehingga perlindungan terhadap habitatnya tetap harus menjadi prioritas.
Baca juga Misteri Tupai Pengisap Darah Pemangsa Kinang yang Hidup di Belantara Borneo
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News