Posted on Leave a comment

KUBET – Pakar Hukum UMY Himbau Lakukan Judicial Review untuk RUU TNI, Apa Artinya?

Pakar Hukum UMY Himbau Lakukan Judicial Review untuk RUU TNI, Apa Artinya?

images info

Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) memantik kekhawatiran akan menguatnya dominasi militer dalam struktur pemerintahan sipil.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Nanik Prasetyoningsih, M.H., memperingatkan bahwa tumpang tindihnya ranah sipil dan militer berpotensi mengancam iklim demokrasi Indonesia.

Menurutnya, langkah segera yang harus diambil adalah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji kesesuaian UU TNI dengan konstitusi.  

Pentingnya Supremasi Sipil dan Demokrasi 

Dalam wawancara pada Jumat (21/3), Nanik menjelaskan bahwa menguatnya peran militer dapat melemahkan pemerintahan sipil, mengikis kontrol masyarakat atas militer, dan pada akhirnya memunculkan gaya pemerintahan yang militeristik.  

“Pemerintahan militeristik bertentangan dengan semangat demokrasi karena membatasi partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Idealnya, demokrasi dibangun dari bawah ke atas—masyarakatlah yang menentukan arah kebijakan, sementara pemerintah menjalankan mandatnya,” tegas Nanik, dilansir dari umy.ac.id

Nanik juga menyoroti potensi konflik akibat perluasan tugas TNI melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dengan masuknya TNI ke dalam penanganan narkoba dan kejahatan siber, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan instansi sipil, termasuk Kepolisian. Hal ini dikhawatirkan memicu penyalahgunaan kekuasaan militer dalam urusan sipil.  

Meski UU TNI telah disahkan, Nanik menegaskan bahwa judicial review masih menjadi solusi untuk menguji pasal-pasal bermasalah. 

“Kita tidak perlu menunggu pelanggaran hak sipil terjadi. Selama ada potensi inkonstitusionalitas, seperti perluasan OMSP, judicial review sudah bisa diajukan—dan masyarakat pun berhak mengajukannya,”ujarnya.  

Ia juga mengkritik proses pembahasan UU TNI yang tertutup, mirip dengan pola silent operation DPR dalam pengesahan UU Cipta Kerja dan UU IKN sebelumnya.  

Baca juga Apa Itu Abolisi? Bentuk Pengampunan Hukum yang Diberikan oleh Negara

Mahasiswa UI Ajukan Judicial Review ke MK

Kekhawatiran serupa mendorong tujuh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji formil UU TNI ke MK. Gugatan bernomor perkara 47/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 ini menilai proses pembahasan UU TNI melanggar asas keterbukaan dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).  

Para pemohon menyatakan:  

  1. Minimnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU TNI.  
  2. Kesulitan mengakses draf RUU, sehingga menghambat kontrol masyarakat.  
  3. RUU TNI tidak tercantum dalam Prolegnas, menimbulkan ketidakpastian hukum.  
  4. Penggunaan naskah akademik 2020-2024 meski RUU ini bukan carry over dari periode sebelumnya.  

Dalam petitumnya, mereka meminta MK menyatakan berlaku kembali UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 sebagai bentuk penolakan terhadap revisi yang dinilai cacat prosedur.  

Prospek Judicial Review dan Masa Depan Demokrasi

Nanik berharap upaya hukum ini menjadi jawaban atas ketidakpuasan publik terhadap proses pengesahan UU TNI. Jika MK mengabulkan gugatan, hal itu dapat menjadi preseden penting dalam mengawal prinsip checks and balances dan transparansi legislasi di Indonesia.  

“Penting untuk memastikan setiap undang-undang lahir dari proses yang demokratis, bukan melalui jalur pintas yang mengabaikan suara rakyat,” pungkas Nanik.  

Dampak jangka panjang dari UU TNI ini akan terus dipantau, terutama dalam menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil di tengah tantangan demokrasi Indonesia.

Baca juga Mengenal Grasi: Definisi, Aturan, hingga Contoh Penerapannya dalam Hukum di Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *