
Di tengah meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim dan kebutuhan akan hunian yang berkelanjutan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) meluncurkan terobosan baru: Paviliun Cross Laminated Timber (CLT) Nusantara.
Rumah percontohan ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga mengintegrasikan teknologi cerdas untuk menciptakan hunian zero emission yang efisien dan modern.
Kayu Akasia: Material Lokal yang Kuat dan Berkelanjutan
Salah satu keunggulan utama Paviliun CLT Nusantara adalah penggunaan kayu laminasi silang (CLT) dari kayu Akasia, jenis kayu lokal yang mudah ditemukan di Indonesia dan memiliki harga terjangkau.
Teknologi CLT memungkinkan papan-papan kayu kecil—yang biasanya bernilai jual rendah—disusun secara silang dan direkatkan dengan lapisan ganjil (misalnya tiga atau lima lapis) untuk menciptakan struktur yang kokoh.
“Kami sengaja memilih kayu Akasia karena selain murah, juga memiliki potensi kekuatan yang baik. Dengan teknologi laminasi, kami bisa membuatnya setara dengan material konvensional seperti beton, tapi lebih ringan dan ramah lingkungan,” jelas Dr. Ali Awaludin, dosen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM yang terlibat dalam proyek ini.
Yang menarik, rumah ini tidak memerlukan kolom penyangga seperti bangunan pada umumnya. Sebagai gantinya, kekuatan strukturalnya mengandalkan dinding dan lantai dari kayu laminasi tersebut.
Baca juga Dewangga, Si Kecil Pegiat Lingkungan dengan Budi Daya Maggot hingga Mendapat Penghargaan
Ditenagai Energi Surya & Dilengkapi IoT untuk Efisiensi
Selain materialnya yang berkelanjutan, Paviliun CLT Nusantara juga mengadopsi berbagai teknologi pintar untuk meminimalkan penggunaan energi:
- Pembangkit Listrik Hybrid Offgrid – Panel surya dan baterai khusus menyimpan energi matahari, sehingga rumah bisa mandiri tanpa tergantung listrik konvensional.
- Smart Light Control – Lampu LED otomatis menyesuaikan kecerahan berdasarkan cahaya alami yang masuk, mengurangi pemborosan energi.
- IoT Smart Garden – Tanaman rambat di fasad bangunan disiram secara otomatis oleh sensor kelembaban, sehingga tidak perlu perawatan manual.
“Dulu kami mencoba menanam markisa, tapi kurang cocok. Sekarang menggunakan oyong, dan hasilnya cukup subur berkat sistem penyiraman otomatis ini,” ungkap Ali.
Tantangan & Inovasi Masa Depan
Meski menjanjikan, rumah kayu ini masih menghadapi beberapa tantangan, seperti kelembaban, serangan rayap, dan jamur. Namun, tim peneliti terus melakukan pengembangan untuk meningkatkan ketahanan material, termasuk pelapisan khusus dan pemilihan tanaman pelindung yang efektif.
“Ini adalah langkah awal. Kami berharap konsep ini bisa dikembangkan lebih luas, tidak hanya untuk rumah tinggal, tapi juga bangunan publik,” tambah Dr. I Wayan Mustika, ahli Teknik Elektro UGM yang turut mengembangkan sistem IoT pada proyek ini.
Mengapa Ini Penting untuk Masa Depan?
Dengan semakin tingginya biaya listrik dan kesadaran akan jejak karbon, solusi seperti Paviliun CLT Nusantara bisa menjadi jawaban untuk mengurangi emisi karbon dari material konstruksi tradisional (seperti semen dan baja), mendorong kemandirian energi dengan tenaga surya, serta memberikan alternatif hunian terjangkau berbahan lokal.
Adapun kayu Akasia memiliki pertumbuhan cepat, sehingga lebih berkelanjutan dibanding kayu keras lain. CLT sendiri sudah populer di Eropa sebagai material konstruksi ramah lingkungan. Saat ini, UGM sedang mengeksplorasi bahan kayu lain seperti sengon dan bambu untuk pengembangan selanjutnya.
Dengan menggabungkan kearifan lokal dan inovasi teknologi, Paviliun CLT Nusantara bukan sekadar konsep—melainkan bukti bahwa arsitektur hijau di Indonesia memiliki masa depan yang cerah.
Baca juga Mengenal Apa Itu Bangunan Gedung Cerdas, Solusi Ruang Hemat Energi dan Ramah Lingkungan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News