
Ada beragam teknik membaca yang dapat diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan, salah satunya ialah metode sorogan. Jika metode ini sudah dikenal luas di kalangan pesantren, sorogan juga dapat diaplikasikan dalam proses belajar membaca pada anak usia dini.
Sorogan ialah metode belajar dengan cara siswa membaca buku atau kitab, sedangkan guru menyimak dan mengevaluasi. Hal ini sesuai dengan makna sorogan yang berasal dari bahasa sorog (Jawa) yang berarti “menyodorkan” kitab ke depan guru.
Metode ini berbeda dengan bandongan atau wetonan yang mengharuskan guru lebih aktif membacakan atau menuturkan isi yang ada di dalam buku.
Dewangga, Si Kecil Pegiat Lingkungan dengan Budi Daya Maggot hingga Mendapat Penghargaan
Dalam konteks pesantren, sorogan biasanya diterapkan untuk membaca kitab kuning—kitab-kitab keislaman yang ditulis dalam bahasa Arab dan tanpa harakat.
Para santri akan membaca huruf-huruf Arab dalam kitab sesuai dengan kaidah tata bahasa yang berlaku. Tidak hanya itu, santri biasanya juga mengalihbahasakan atau menerjemahkan kalimat berbahasa Arab ke bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.
Membaca Buku Cetak Tanpa Merusak Bumi, Sebuah Pengenalan pada Sertifikasi FSC
Perlunya Keterampilan Prabaca pada Anak
Sebuah penelitian yang dilakukan Fitriah (2025) mengungkapkan bahwa minat dan kemampuan membaca awal pada anak usia dini—khususnya pada keterampilan prabaca—di Indonesia, masih rendah.
Direktorat PAUD, Dikdas dan Dikmen (2021) menemukan fakta lapangan, banyak anak Indonesia yang belum mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika.
Padahal, pengenalan huruf dan bunyi perlu dilakukan sejak anak masih berusia dini. Selain bermain, pengenalan tanda-tanda dalam bahasa pada usia dini akan mendukung kemampuan membaca seorang anak.
Oleh karena itu, proses belajar membaca perlu dikembangkan agar dapat menarik minat dan meningkatkan kemampuan anak. Sebab, keterampilan prabaca akan berpengaruh terhadap kemampuan literasi anak saat sekolah nantinya.
Anak Gampang Lupa dan Susah Fokus? Jangan-Jangan Pola Tidurnya Tidak Berkualitas
Sorogan dalam Pengajaran Membaca pada Anak Usia Dini
“Anak yang masuk sekolah dengan keterampilan prabaca yang berkembang dengan baik akan lebih siap untuk belajar membaca dan lebih mungkin untuk unggul dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan literasi,” ungkap Fitriah, dkk., dalam penelitiannya tentang metode sorogan yang dimuat dalam jurnal Obsesi.
Dalam penelitian itu disebutkan sorogan menjadi metode belajar membaca yang juga dapat diaplikasikan pada anak. Metode ini memiliki banyak manfaat, salah satunya akan melatih keberanian dan sikap saling kerja sama pada anak.
Sistemnya, setiap siswa membaca nyaring secara bergantian, sedangkan siswa yang lain mendengarkan. Pada metode ini, revisi bacaan tidak hanya dilakukan oleh guru, tetapi siswa juga berperan aktif dalam menyimak dan membetulkan kesalahan baca.
“Berbicara nyaring kemudian mendengarkan menjadi kegiatan berbahasa lisan yang akan membantu memperkuat kemampuan prabaca,” jelasnya.
Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter yang Ditanamkan Orang Tua Banjar, Tionghoa, dan Madura: Ini Temuan Prof. Nuril Huda
Kombinasi Metode untuk Menumbuhkan Kemampuan Prabaca
“Dari kegiatan ini, kemampuan anak dalam melafalkan huruf menjadi lebih lancar dan jelas,” imbuh Fitrah.
Metode baca sorogan memaksa anak untuk membaca secara nyaring dan lantang. Kondisi ini akan membiasakan anak untuk mengucapkan tiap huruf secara jelas sehingga menciptakan kesadaran fonologis.
Sebelum itu, para guru dapat terlebih dahulu mengajak siswa untuk senam mulut dengan cara mengucapkan huruf vokal dengan jelas. Setelah itu, guru mulai mengajarkan vokal yang dikombinasikan dengan konsonan.
Ternyata, Stunting Dapat Dilihat dari Kondisi Kesehatan Gigi pada Anak
Cara ini dinilai menjadi cara terbaik untuk memulai kemampuan prabaca pada anak.
Selain itu, metode sorogan juga berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran alfabet. Kesadaran alfabet ini dapat dilakukan dengan cara guru mengucapkan huruf-huruf tertentu dan kemudian siswa diminta menunjuk bentuk/huruf mana yang dimaksud. Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari pengenalan alfabet.
“Misalnya, jika guru menyebutkan huruf /d/, maka siswa akan diminta untuk menunjuk huruf mana yang dimaksud. Siswa yang diajar secara langsung melalui kegiatan lisan cenderung memperoleh hasil yang lebih baik,” jelasnya.
GNFI dan Kampung Lali Gadget Dorong Gerakan Nasional Kurangi Ketergantungan Anak pada Ponsel
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News