Posted on Leave a comment

KUBET – Cerita Pedih Pakubuwono XII, Raja Surakarta yang Bertahta 59 Tahun Tanpa Punya Wilayah

Cerita Pedih Pakubuwono XII, Raja Surakarta yang Bertahta 59 Tahun Tanpa Punya Wilayah

images info

Sri Susuhunan Pakubuwono XII merupakan pemimpin Kasunanan Surakarta yang naik takhta dua bulan sebelum Indonesia merdeka. Bertahta selama 59 tahun yakni dari 1945 hingga 2004, dia mengalami berbagai pengalaman pahit getir kehidupan sebagai raja.

Lahir dengan nama BRM Suryo Guritno, PB XII naik tahta pada 12 Juli 1945 menggantikan ayahandanya. Sebagai raja yang bertahta di masa kemerdekaan, PB XII 
mendapat sebutan Susuhunan Hamardika, artinya Susuhunan yang bertahta di jaman kemerdekaan.

Sebutan ini diberikan karena dengan suka rela menyerahkan kedaulatan kerajaannya untuk bergabung pada negara baru yang bernama Indonesia. Karena kesediaannya itu, Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah Keraton Surakarta sebagai Daerah Istimewa Surakarta (DIS). 

Tetapi keraton tetap mengalami masa-masa kritis akibat gerakan massa revolusioner. Mereka mendesak penghapusan swapraja DIS dan dinyatakan sebagai daerah biasa seperti daerah lainnya.

PB XII diminta untuk turun tahta dan menyerahkan pemerintahan di wilayah Surakarta kepada massa revolusioner. Desakan ini semakin hari semakin membola salju, hingga korban pun bermunculan. 

“Memanasnya situasi politik di Surakarta semakin tidak terkendali ketika terjadi penculikan yang dilakukan oleh gerakan anti swapraja,” tulis Cahya Putri Musaparsih dalam Strategi Komite Nasional Indonesia Daerah Surakarta (KNIDS) dalam mengambil alih swapraja, 1945-1946.

“Dengan dipimpin oleh Barisan Banteng dan KNIDS. Gerakan anti swapraja menculik susuhunan beserta ibu dan permaisurinya serta GPH Suryohamijoyo diculik oleh kelompok pemuda yang dipimpin oleh Barisan Banteng setelah sebelumnya menculik pejabat-pejabat tinggi Kasunanan,” lanjutnya.

Ingin dipanggil Bung

Karena kondisi tersebut, Kasunanan melayangkan protes kepada pemerintah atas peristiwa penculikan itu. pemerintah Sjahrir memberitahukan kepada Barisan Banteng agar segera melepaskan para tahanan.

Karena tekanan yang dilakukan oleh pemerintah, massa revolusioner segera melepaskan Sunan. PB XII tampak terpukul dengan situasi yang terjadi pada dirinya sehingga mulai menyadari kekuasaannya berada di titik terendah.

Bahkan pada tanggal 17 Januari 1946, supaya bisa merebut hati massa revolusioner. PB XII meminta kepada masyarakat agar memanggilnya dengan sebutan Bung Pakubuwono.

“Penyebutan nama ini mencemari wibawa Sunan, sehingga muncul keraguan kultural mengenai status dan derajat Sunan dibanding rakyat kebanyakan,” paparnya.

Raja tanpa wilayah

Setelah status DIS dicabut oleh pemerintah, PB XII menjadi raja yang tak mempunyai wilayah. Dia memilih untuk melanjutkan studinya di Jakarta pada tahun 1954.

Sepulang dari studi, PB XII kembali memerintah di Keraton yang sudah kehilangan legitimasi kekuasaan dan telah tidak lagi memiliki sumber keuangan untuk mengelolanya. Seorang budayawan kraton memberi gambaran tentang rajanya itu yaitu kembang sungsang semune pudhak setegal.

“Raja yang telah tidak memiliki kekuasaan apa-apa masih harus menghidupi kerabat dan keluarganya yang begitu banyak,” jelas budayawan bernama KRHT Kusumotanoyo yang dimuat dari Detik.

Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *