Posted on Leave a comment

KUBET – Integrasi Kebijakan Pusat dan Daerah: Kunci Pendidikan Berkelanjutan yang Berpihak pada Anak

Integrasi Kebijakan Pusat dan Daerah: Kunci Pendidikan Berkelanjutan yang Berpihak pada Anak

images info

Salah satu isu krusial yang mengemuka dalam Konferensi Pendidikan Indonesia (KPI) 2025 adalah pentingnya integrasi kebijakan pusat dan daerah untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan benar-benar berpihak pada anak.

Diskusi ini menekankan bahwa perubahan sistemik harus melibatkan semua pemangku kepentingan, tidak hanya membebankan tanggung jawab pada guru, tetapi juga memperhatikan aspek literasi, karakter, dan kesejahteraan peserta didik.  

Kurikulum Berbasis Cinta: Solusi Kekerasan dan Bullying di Sekolah

Suyitno, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, memaparkan inisiatif Kurikulum Berbasis Cinta yang diluncurkan untuk menjawab keresahan atas maraknya kasus bullying di lembaga pendidikan.

“Kurikulum ini bukan sekadar materi, tapi jiwa pembelajaran. Tujuannya menumbuhkan rasa cinta pada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa,” jelasnya.  

Implementasi kurikulum ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan sekolah yang lebih humanis. Namun, tantangannya adalah bagaimana memastikan kebijakan ini tidak sekadar wacana, tetapi benar-benar dijalankan secara konsisten di tingkat daerah.  

Perlindungan Hak Anak di Seluruh Ranah Kehidupan

Pribudiarta Nur Sitepu, Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, menegaskan bahwa perlindungan hak anak tidak boleh berhenti di sekolah.

“Anak harus terlindungi sejak berangkat sekolah, di rumah, hingga di ruang digital,” ujarnya.  

Ia mengungkapkan data mengkhawatirkan: prevalensi kekerasan di ranah daring cukup tinggi, tetapi hanya sedikit anak yang paham cara menghindarinya. “Ini menjadi pekerjaan rumah bersama, baik pemerintah pusat, daerah, sekolah, maupun orang tua,” tegasnya.  

Baca juga Konferensi Pendidikan Indonesia 2025: Dorong Kolaborasi Guru dan Pemangku Kebijakan di Daerah

Harmonisasi Kebijakan dan Tantangan di Tingkat Lokal

Beberapa kepala daerah hadir memberikan tanggapan terhadap kebijakan pusat, sekaligus berbagi inisiatif lokal untuk memperkuat pendidikan.  

Bupati Jember, Muhammad Fawait, menekankan pentingnya cinta dalam menyelesaikan masalah pendidikan.

“Kami berupaya menyesuaikan kebijakan pusat dengan kondisi lokal, terutama dalam mengatasi kemiskinan yang menjadi akar masalah pendidikan,” katanya.

Salah satu langkah konkretnya adalah menggandeng kelompok pengajian untuk meningkatkan kesadaran pendidikan di keluarga.  

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyoroti tantangan Generasi Z yang dinilai memiliki fighting spirit rendah. “Jika tidak ada langkah luar biasa, Indonesia Emas 2045 bisa jadi hanya mimpi,” ujarnya.

Untuk mengatasi ketimpangan, Bantul memberikan BOSDA bagi madrasah dan insentif bagi guru, serta memperbaiki metode pembelajaran.  

Wakil Bupati Pesisir Selatan, Risnaldi Ibrahim mengkritik perubahan kurikulum yang terlalu sering dari pusat. “Ini mengganggu sistem yang sudah berjalan di daerah,” katanya.

Solusinya, Pesisir Selatan mengembangkan 5 Program Pro Rakyat yang fokus pada masalah ekonomi dan sosial masyarakat.  

Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah

Konferensi ini mempertegas bahwa pendidikan berkelanjutan hanya bisa terwujud jika ada integrasi kebijakan pusat-daerah yang solid. 

“Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Hanya dengan kolaborasi nyata antara pusat, daerah, sekolah, dan masyarakat, kita bisa mewujudkan pendidikan yang benar-benar berpihak pada anak,” tutup Suyitno. 

Baca juga Jejak Panjang Kurikulum Indonesia, dari Alat Kolonial hingga Merdeka Belajar

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *