Posted on Leave a comment

KUBET – Tes Calistung untuk Masuk SD Dihapus, Pakar: Baik untuk Perkembangan Kognitif Anak

Tes Calistung untuk Masuk SD Dihapus, Pakar: Baik untuk Perkembangan Kognitif Anak

images info

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi menghapuskan tes membaca, menulis, dan berhitung (calistung) dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada jenjang sekolah dasar (SD). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru.

Aturan ini tertulis dalam pasal 11 ayat (5) yang berbunyi “Calon murid kelas 1 (satu) SD tidak dipersyaratkan untuk mengikuti tes kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan/atau bentuk tes lain”.

Dilansir dari sebuah unggahan pada akun Instagram Kemendikdasmen, @kemendikdasmen, tujuan penghapusan tes calistung adalah untuk memberikan kesempatan yang setara bagi semua anak tanpa membedakan kemampuan akademik awal mereka. Dengan demikian, seluruh sekolah dilarang untuk memberikan tes ini kepada calon siswanya.

Di sisi lain, tes calistung sebagai syarat masuk SD tidak ditetapkan secara resmi sebagai aturan nasional. Akan tetapi, praktik ini banyak dilakukan di berbagai sekolah, khususnya swasta, untuk memastikan bahwa calon siswa memiliki kemampuan dasar sebelum masuk SD.

Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Lilik Binti Mirnawari, S.Pd.I., M.Pd., menyebut penghapusan tes ini adalah kabar baik. Menurutnya, ditiadakannya tes calistung berpotensi mengurangi tekanan psikologis pada anak-anak yang masih berada di masa transisi dari taman kanak-kanak (TK) menuju sekolah dasar (SD).

“Dengan tidak adanya beban tes di awal, anak-anak bisa belajar dengan lebih santai dan menikmati masa kecil mereka dengan bermain serta bereksplorasi,” jelasnya dalam keterangan resminya.

Tidak Lagi Tulis Tangan, Kemendikdasmen akan Terapkan Ijazah Elektronik: Sekolah Bisa Cetak Sendiri

Tes Calistung Dihapus, Tekanan Anak Berkurang

Mirna menambahkan, ditiadakannya tes calistung dapat mendukung perkembangan anak secara menyeluruh, baik dari sisi kognitif, emosional, maupun sosialnya. Penghapusan ini juga diharapkan menjadi langkah awal menuju pendidikan yang lebih ramah anak dan berorientasi pada perkembangan karakter, bukan hanya capaian akademik saja.

Sementara itu, dalam sebuah tulisan di laman Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar UM Surabaya, diterangkan bahwa usia ideal seorang anak untuk mulai diajarkan dan diajak berpikir logis, seperti mempelajari matematika, adalah saat berusia 7-11 tahun.

Dijelaskan juga, usia pra-sekolah, yakni 2-7 tahun, merupakan tahapan pra-operasional. Saat di tahap ini, anak belum dapat diajak berpikir abstrak dan mengungkapkan pemikiran logis. Alih-alih belajar matematika dan sejenisnya, pada tahap kognitif ini anak justru masih perlu didekatkan pada hal-hal simbolik, seperti gambar.

Perlunya Strategi Baru untuk Pembelajaran Calistung

Menurut Mirna, meskipun baik, kebijakan menghapus tes calistung tetap menghadapi tantangan baru, khususnya bagi guru sekolah dasar. Guru disebutnya harus mampu menyusun strategi pengajaran calistung yang tepat.

“Perlu ada pelatihan dan persiapan yang matang bagi para pendidik agar mampu mengembangkan kurikulum yang sesuai. Pendekatan yang digunakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak,” pungkasnya.

Di sisi lain, aturan Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 ini juga mengatur soal syarat seorang anak untuk dapat masuk S, yakni berusia paling rendah enam tahun. Namun, dapat dikecualikan bagi anak berumur lima tahun per 1 Juli dengan syarat khusus. Syarat itu tertulis pada ayat (6), di mana dijelaskan bahwa murid yang memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa dan kesiapan psikis bisa masuk SD dengan rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.

Kemendikdasmen ingin memastikan bahwa seluruh anak sudah siap dalam psikologis dan bakat alaminya. Tanpa tes calistung, diharapkan anak-anak dapat belajar lebih “santai” dan berkembang secara menyeluruh, baik dari sisi kognitif, emosional, maupun sosial.

Konsep "Sekolah Rakyat" Prabowo: Solusi Inovatif atau Proyek Instan? Ini Kata Pakar UNAIR

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *