
Hari raya Iduladha merupakan salah satu momen penting bagi setiap umat Islam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Terdapat beberapa jenis ibadah yang dilakukan oleh umat Muslim pada momentum ini.
Misalnya, berbagai jamaah dari berbagai penjuru dunia akan berbondong-bondong menuju tanah suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji pada momen ini. Selain itu, perayaan hari raya Iduladha juga identik dengan ibadah kurban yang diselenggarakan di berbagai tempat.
Tidak hanya itu, seluruh umat Muslim juga akan menjalankan ibadah salat Iduladha tepat pada 10 Zulhijah dalam kalender Hijriah. Pelaksanaan salat Iduladha ini biasanya dilaksanakan di lapangan terbuka maupun masjid-masjid besar yang ada di berbagai daerah.
Mundur berpuluh-puluh tahun silam, tepatnya pada 1950, pelaksanaan salat Iduladha di Jakarta pernah diselenggarakan di Lapangan Banteng. Pelaksanaan salat Iduladha di Lapangan Banteng pada waktu itu turut dihadiri oleh beberapa pejabat penting pemerintah Indonesia, seperti Presiden Soekarno dan lainnya.
Bahkan Soekarno turut memberikan pidatonya pada saat momentum perayaan hari raya Iduladha di Lapangan Banteng pada waktu itu. Lantas apa saja pembahasan yang disampaikan oleh Soekarno dalam pidatonya pada saat momentum perayaan Hari Raya Iduladha di Lapangan Banteng pada 1950?
Momen Perayaan Hari Raya Iduladha 1950
Dilansir dari artikel “„Idul Adha”-viering in Djakarta” yang terbit di surat kabar Indische courant voor Nederland edisi 30 September 1950, momen hari raya Iduladha pada 1950 jatuh pada Jumat, 22 September pada waktu itu. Pelaksanaan salat Iduladha diselenggarakan di beberapa tempat di Jakarta.
Salah satu tempat yang menyelenggarakan ibadah salat Iduladha adalah Lapangan Banteng. Penyelenggaraan salat Iduladha di Lapangan Banteng pada waktu itu dihadiri oleh beberapa perangkat penting Pemerintah Indonesia.
Ir. Soekarno yang menjabat sebagai presiden Indonesia pada waktu itu turut hadir dalam penyelenggaraan salat Iduladha di Lapangan Banteng. Selain itu, terlihat pula beberapa pejabat pemerintan serta perwira Tentara Nasional Indonesia yang turut hadir dalam penyelenggaraan salat Iduladha pada waktu itu.
Pelaksanaan salat Iduladha di Lapangan Banteng, Jakarta pada 1950 dimulai tepat pada pukul 08.00 WIB. Setelah prosesi ibadah selesai dilakukan, terdapat beberapa pidato yang disampaikan dalam momen perayaan hari raya tersebut.
Z. A. Achmad menjadi tokoh pertama yang menyampaikan pidato dalam penyelenggaraan hari raya Iduladha di Lapangan Banteng. Dalam pidatonya, Z. A. Achmad memberikan pemaparan terkait perkembangan kondisi politik Indonesia pada waktu itu.
Selain itu, Z. A. Achmad juga memberikan pandangan khusus yang ditujukan bagi pemerintah Indonesia. Achmad mendorong pemerintah agar bisa mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Selain itu, Z. A. Achmad juga menyoroti tentang taraf hidup para pekerja di Indonesia. Achmad berharap pemerintah juga bisa memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan taraf hidup para pekerja pada waktu itu.
Ir. Soekarno yang juga hadir di Lapangan Banteng pada saat itu juga turut memberikan pidato setelah penyelenggaraan salat Iduladha. Dalam pidatonya, Bapak Proklamator Indonesia tersebut mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung Kabinet Natsir yang berjalan pada waktu itu.
Soekarno mengajak masyarakat untuk mendukung program yang sudah disampaikan oleh Kabinet Natsir di hadapan parlemen beberapa hari sebelumnya. Selain itu, Soekarno juga berkata agar masyarakat tidak mempersalahkan susunan kabinet yang menjabat pada waktu itu.
Presiden pertama Indonesia tersebut berkata bahwa hal yang paling penting bagi masyarakat adalah pelaksanaan program-program yang sudah disusun oleh pemerintah. Dengan demikian, masyarakat bisa merasakan dampak dari pelaksanaan program-program tersebut.
Pada akhir pidatonya, Soekarno mengajak semua masyarakat Indonesia untuk bisa menjaga persatuan. Soekarno mengaitkan momentum Iduladha sebagai bentuk pengorbanan dari setiap orang agar bisa mencapai tujuan persatuan yang diinginkan tersebut.
“Untuk mencapai hal ini, orang harus berani berkorban, dan dalam hal ini, merupakan ‘pengorbanan perasaan,” jelas Soekarno dalam pidatonya, dikutip dari surat kabar Indische courant voor Nederland.
“Hari ini adalah Idul Qurban atau hari raya kurban, suatu contoh keberanian untuk berkorban,” tutup presiden pertama Indonesia tersebut.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News