
Tradisi Manten Tebu diangkat menjadi kisah horor dalam film Pabrik Gula yang sedang tayang di bioskop. Tradisi ini ternyata rutin dilakukan oleh pabrik gula sebelum masa giling tebu tiba.
Nofi Antikasari dalam jurnal berjudul Makna Simbolis dalam Ritual Tradisi Manten Tebu di Pabrik Gula Semboro Kabupaten Jember mengungkapkan tradisi ini melambangkan pernikahan simbolis antara dua batang tebu yang dipilih sebagai perwakilan leluhur dan alam.
Dikatakan oleh Nofi, tebu yang digunakan untuk simbol manten tidak dipilih sembarangan. Tebu yang dipilih harus berkualitas, tebu wanita dipanen dari kebun milik pabrik, sedangkan tebu pria dipanen dari kebun milik petani tebu.
“Untuk mengetahui tebupria dan wanita dapat dilihat dari batang tebu, batang pria ditandai dengan keris kecil dan janur kuning dibuat berbentuk burung, jika tebu wanita tebunya berwarna
putih,” jelasnya.
Diberikan nama
Tebu yang sudah dipilih untuk prosesi ritual akan diberikan nama yaitu untuk pria adalah Raden Bagus Rosan dan wanitanya Dyah Ayu Roromanis. Dikatakan oleh Nofi, nama ini memiliki makna bahwa tebu yang dipanen itu baik unggul, bersih, dan manis.
“Sehingga hasil gulanya dapat melimpah dan untuk meminta keselamatan, begitu juga yang menjadi pengantin manusianya orang yang belum pernah menjadi pengantin, keduanya masih perjaka dan juga perawan,” paparnya.
Pada jam satu siang, upacara petik manten tebu berlangsung, semua orang melihat deretan pohon tebu yang dihias. Namun pohon manten tebu akan terlihat mencolok karena diberi papan nama
dibungkus kertas berwarna untuk menjadi pengantin tebunya.
Dijelaskan oleh Nofi, Simbol tebu ada dua belas pohon karena perhitungan hari Jawa dan pasarannya tepat Rabo Legi. Dari 12 belas pohon, 6 diantaranya adalah tebu pria dan enam tebu wanita.
“Nomor silih berganti, barisan pohon tebu yang diawali Raden Bagus Rosan berada di sebelah kiri dengan terpasangkan nomor 1, 3, 5, 7, 9, dan diakhiri dengan nomor 11,” paparnya.
“Sedangkan barisan Dyah Ayu Roromanis di sebelah kanan, nomor tersebut dimulai dengan 2, 4, 6, 8, 10, dan diakhiri dengan 12,” lanjut Novi.
Para pengiring
Layaknya pengantin, acara ini pun dimeriahkan oleh para pengiring. Biasanya peraga pengantin manusia dipilih dari para pegawai, yang memilih anggotanya adalah pemimpin dari pabrik tersebut.
“Pegawai mau atau tidak mau yang terpilih harus bersedia menjadi paraga pengantin,” jelas Nofi.
Busana peraga pengantin setiap tahunnya akan berbeda-beda. Hal ini yang membuat masyarakat penasaran untuk melihat. Dikatakan oleh Nofi, tradisi ini tidak hanya menjadi ritual pegawai pabrik, tetapi sudah menjadi pesta rakyat. Bagi masyarakat manten tebu tidak hanya sekadar ritual, namun menjadi media transmisi nilai-nilai kebersamaan dan pelestarian lingkungan.
“Acara ini tidak hanya untuk ritual pegawai dan petani tebu, tetapi telah menjadi pesta rakyat serta berbagai pertunjukan kesenian rakyat dan pasar rakyat,” jelasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News