Posted on Leave a comment

KUBET – Belajar dari Turki yang Dilanda Gempa, Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?

Belajar dari Turki yang Dilanda Gempa, Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?

images info

Tepat di hari Rabu, 23 April 2025 lalu, gempa bumi kembali mengguncang Turki. Badan Penanggulangan Bencana dan Darurat Turki melaporkan, gempa tersebut berkekuatan 6,2 magnitudo dan berpusat di Laut Marmara, dekat Silivri.

Akibatnya, lebih dari 2.900 bangunan di Istanbul dan sekitarnya mengalami kerusakan. Bahkan, sebanyak 260 gempa susulan masih terjadi setelah gempa besar, termasuk di antaranya dua gempa bermagnitudo di atas 5,0.

Turki merupakan negara yang cukup sering dilanda gempa bumi. Ini dikarenakan, Turki berada di jalur gempa yang aktif, terutama akibat patahan dari Lempeng Anatolia.

Lempeng Anatolia menghasilkan dua patahan, yakni Anolia Utara dan Anatolia Timur. Pergerakan di patahan Anatolia Timur diyakini sebagai pemicu gempa bumi kali ini.

Kawan GNFI, Indonesia memiliki “berkat” yang sama dengan Turki, yakni berada di pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang aktif. Oleh karena itu, baik Turki maupun Indonesia sama-sama memiliki potensi bencana gempa bumi yang besar.

Perlu adanya upaya mitigasi maksimal untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan, baik dari jatuhnya korban, kerusakan infrastruktur, maupun kepanikan sosial.

Unik, Ternyata Ada Kampung Indonesia yang Dibangun di Turki

Apa yang Bisa Dilakukan oleh Indonesia?

Haritsah Mujahid, mahasiswa Istanbul University

info gambar

Sebagai negara yang rawan gempa bumi, penanganan tanggap darurat yang baik tentu sangat diperlukan. Haritsah Mujahid, mahasiswa Istanbul University, dalam sebuah keterangan yang diterima GNFI, menjelaskan bagaimana pemerintah Turki melakukan langkah cepat dalam merespons bencana ini.

Pemerintah langsung menutup sekolah-sekolah di Istanbul dan Tekirdağ selama dua hari. Taman-taman kota serta masjid besar dibuka sebagai tempat penampungan sementara.

Lebih dari 3.500 personel, termasuk tim pencarian dan penyelamat dengan anjing pelacak, diterjunkan untuk menangani keadaan pascagempa. Gerak cepat seluruh pihak berwenang Turki dalam merespons bencana menunjukkan bahwa sistem mereka sangat tertata dan rapi.

Di sisi lain, Haritsah juga menjelaskan bagaimana kemampuan masyarakat Indonesia untuk tanggap bencana yang menurutnya sudah sangat tinggi. Akan tetapi, terdapat tantangan lain, seperti kesiapan bangunan, sistem informasi bencana yang belum merata, dan pendekatan edukasi yang belum menyeluruh.

Melihat hal itu, Haritsah menyampaikan beberapa refleksi yang bisa menjadi pelajaran besar bagi Indonesia sebagai sesama negara yang rawan terjadi gempa bumi. Menurutnya, perlu ada edukasi kebencanaan yang sebaiknya sudah menjadi budaya yang diajarkan sejak dini.

“Di Turki, anak-anak sekolah rutin diberi latihan evakuasi. Di Indonesia, semoga ini bisa dilakukan lebih merata, tidak hanya di daerah rawan,” terangnya.

Tak hanya itu, kesiapan bangunan juga harus menjadi prioritas. Gedung-gedung di Istanbul sudah dirancang agar tahan terhadap guncangan gempa.

“Di Indonesia, edukasi tentang struktur bangunan tahan gempa perlu terus didorong, terutama di daerah padat penduduk,” imbuhnya.

Haritsah turut menyampaikan bagaimana pentingnya mengedukasi masyarakat agar tetap tenang saat terjadi bencana. Hal ini diperlukan agar tidak semakin banyak korban yang jatuh akibat terlalu panik.

Selain itu, literasi digital saat bencana juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Informasi yang cepat menyebar melalui media sosial bisa jadi menolong sekaligus menyesatkan. Tak ayal, perlu adanya kesadaran masyarakat untuk memahami dan menggunakan media sosial dengan bijak saat terjadi bencana.

Kesiapsiagaan bencana harus menjadi hal yang sangat mendasar bagi seluruh negara, termasuk Indonesia dan Turki yang sangat rawan. Pemerintah dan seluruh pihak terkait perlu menjadikan mitigasi bencana sebagai prioritas jangka panjang.

Bakal Dibuat Film, Ternyata Hubungan Indonesia dan Turki Sudah Terjalin Sejak Era Ottoman

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *