Posted on Leave a comment

KUBET – Kisah Deden, Pelopor Kopi Panas Bumi Pertama di Dunia dari Kamojang

Kisah Deden, Pelopor Kopi Panas Bumi Pertama di Dunia dari Kamojang

images info

Muhammad Ramdhan Reza Nurfadilah, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Mang Deden merupakan pelopor inovasi kopi pertama di dunia yang diproses dengan uap panas bumi. Dirinya memanfaatkan kekayaan alam kampung halamannya di Kamojang, Jawa Barat sebagai tempat lahirnya inovasi tersebut.

Diketahui Kamojang merupakan salah satu lokasi pertama di Indonesia yang memanfaatkan energi panas bumi untuk pembangkit listrik. Wilayah ini sudah mulai dieksplorasi sejak 1926, menjadikannya yang tertua di Tanah Air.

Hampir satu abad kemudian, Kamojang tak hanya konsisten menyuplai energi bersih, tapi juga mencatat sejarah baru sebagai tempat lahirnya yang menghadirkan inovasi tersebut. Sejak tahun 2023, Deden bersama para pelaku usaha lokal dengan dukungan dari PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) mencetuskan inovasi kopi uap.

Sebelum mencetuskan inovasi kopi panas bumi, Deden sudah lebih dulu menjalankan usaha kopi sejak tahun 2015, lengkap dengan sebuah coffee shop yang dikelola sendiri. Selain pengusaha kopi, Deden juga aktif berperan sebagai Ketua Karang Taruna di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Partisipasinya dalam komunitas tersebut membuat kedai kopi milik Deden kerap menjadi tempat berkumpul warga untuk bersantai dan berbagi cerita, termasuk para pekerja dari PGE Area Kamojang.

Sejak saat itu, Deden mengaku mulai menjalin hubungan baik dengan para karyawan PGE Area Kamojang. Kedekatan tersebut terjalin melalui obrolan santai yang sering diwarnai dengan diskusi seputar kopi, mulai dari proses produksi hingga peluang pengembangan kopi lokal.

Ternyata, obrolan tersebut tak sekadar wacana, tetapi menjadi awal mula sesuatu yang bermanfaat. Suatu hari, PGE menyampaikan keinginan untuk memulai program pembinaan kopi. Deden pun merespons niat baik tersebut dengan antusias.

“Waktu itu saya anggap ide tersebut menjadi tantangan. Saya melihat potensi panas bumi sebagai peluang untuk menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi para produsen kopi konvensional,” jelasnya.

Lahirnya kopi panas bumi

Bersama PGE, Deden melakukan riset intensif untuk menemukan teknik fermentasi yang paling sesuai dengan karakteristik panas bumi yang digunakan dalam proses pengolahan kopi.

“Saya melakukan riset fermentasi selama hampir setahun. Dari lebih dari 20 jenis proses yang dicoba, akhirnya kami menemukan tiga metode yang paling sesuai dengan karakter pengeringan,” ungkapnya.

Setelah riset tersebut, Deden mulai memulai produksi dengan mengolah biji Arabika yang berasal dari tanaman yang tumbuh di dataran tinggi Kamojang, pada ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut.

Deden kemudian mengajak para pelaku usaha kopi di Kamojang untuk membangun ekosistem bisnis yang lebih efisien melalui pemanfaatan teknologi ‘Geothermal Dry House’.

Manfaatkan aliran uap panas bumi

Teknologi ini tidak lagi mengandalkan sinar matahari yang kini semakin sulit diprediksi akibat perubahan iklim global. Sebagai gantinya, ‘Geothermal Dry House’ memanfaatkan aliran steam trap dari uap panas bumi PGE Kamojang yang dialirkan melalui pipa.

Ini memungkinkan pengaturan suhu ruangan secara stabil dan terkontrol untuk proses pengeringan kopi yang lebih efisien, higienis, dan berkualitas.

Dari sisi potensi bisnis, teknologi ini memiliki keunggulan dengan efisiensi waktu pengeringan yang jauh lebih singkat, sehingga berdampak langsung pada penghematan biaya operasional.

Efisiensinya bahkan bisa mencapai 300%, karena proses pengeringan berlangsung tiga kali lebih cepat—artinya, dengan waktu dan biaya yang sama, produksi bisa meningkat hingga tiga kali lipat.

“Hal ini juga meminimalkan risiko kontaminasi bakteri dari luar. Dengan begitu, bakteri yang berpengaruh terhadap proses hanya berasal dari fermentasi sebelum pengeringan. Dari sisi cita rasa, hasil akhirnya jadi lebih fruity, aromanya lebih kuat, dan teksturnya pun terasa lebih lembut dibandingkan kopi yang diproses secara konvensional,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *