
Haji merupakan salah satu ibadah yang dijalankan oleh umat Muslim yang ada di seluruh dunia. Ketika musim haji tiba, jamaah Muslim dari berbagai negara akan berbondong-bondong menuju Makkah untuk menjalankan ibadah tersebut.
Meskipun menjadi salah satu dari Rukun Islam, ibadah haji tidak serta merta diwajibkan bagi setiap umat Muslim. Hanya umat Muslim yang mampu saja yang diwajibkan untuk menunaikan ibadah tahunan tersebut.
Salah satu hal yang memengaruhi seorang Muslim, khususnya yang berada di Indonesia untuk bisa menjalankan ibadah haji adalah ketersediaan biaya. Sebab dibutuhkan biaya dengan besaran tertentu agar seorang Muslim bisa mendaftar dan berangkat ke tanah suci ketika musim haji tiba.
Pada tahun ini saja, ongkos naik haji yang perlu dikeluarkan oleh seorang jamaah yang ingin menunaikan ibadah ini berkisar di angka Rp50 juta hingga Rp60 juta. Harga ini juga bisa berubah-ubah sesuai dengan kebijakan dari BPIH nantinya.
Pernahkah terpikir oleh Kawan berapa biaya yang dibutuhkan untuk bisa menunaikan ibadah haji di masa lalu? Tentunya biaya yang dibutuhkan tidak sebesar seperti saat ini.
Misalnya saja bisa Kawan lihat pada Masa Orde Baru. Pada awal masa pemerintahan Soeharto sebagai Presiden Kedua Indonesia ini, biaya haji bahkan pernah hanya menyentuh puluhan ribu Rupiah saja per jamaahnya.
Lantas seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk bisa menunaikan ibadah haji pada Masa Orde Baru? Simak ulasannya dalam artikel berikut ini.
Ongkos Naik Haji pada Masa Orde Baru
Dikutip dari artikel Kaksim, “Berhaji pada Masa Orde Baru di Sumatera Barat 1966-1998” yang terbit di Jurnal Pelangi, pengelolaan ibadah haji pada Masa Orde Baru sudah mulai dikelola secara penuh oleh pemerintah Indonesia. Sebelumnya, pengelolaan ibadah haji diselenggarakan oleh pihak swasta, setidaknya hingga 1969.
Hal ini membuat ongkos naik haji bagi jamaah pada waktu itu juga diatur oleh pemerintah. Pada waktu itu, biaya yang diperlukan untuk keberangkatan haji disesuaikan dengan alat transportasi yang digunakan ke tanah suci.
Pada awalnya, kapal laut menjadi kendaraan utama yang digunakan untuk keberangkatan jamaah menuju Makkah. Namun seiring berjalannya waktu, pesawat juga digunakan sebagai alat transportasi pada waktu itu.
Salah satu contohnya bisa dilihat dari keberangkatan haji di daerah Sumatra Barat. Sejak awal kemerdekaan hingga 1952, jamaah haji yang berangkat ke tanah suci sepenuhnya menggunakan kapal laut.
Setelah itu pada periode 1953 hingga 1977, terjadi penambahan angkutan transportasi yang juga menggunakan pesawat untuk mengantarkan jamaah ke tanah suci. Pada 1978 dan seterusnya barulah pengangkutan jamaah sepenuhnya menggunakan pesawat terbang saja.
Ketika masih menggunakan kapal laut, ongkos yang perlu dikeluarkan jamaah hanya berjumlah puluhan ribu saja. Misalnya pada 1966, biaya yang dikeluarkan untuk menunaikan ibadah haji hanya sebesar Rp27.500 dengan kapal laut.
Harga yang lebih tinggi diterapkan bagi keberangkatan yang menggunakan pesawat terbang. Bagi jamaah yang menggunakan pesawat, ongkos yang dikeluarkan untuk naik haji sebesar Rp110.000 pada tahun yang sama.
Nantinya biaya haji ini terus meningkat seiring berjalannya waktu. Pada Masa Orde Baru dari 1966 hingga 1998, tercatat terjadi kenaikan ongkos naik haji sebanyak 28 kali.
Kenaikan ini juga dipengaruhi dengan moda transportasi yang digunakan. Biaya haji yang pada awalnya hanya sebesar puluhan ribu Rupiah saja kemudian terus meningkat hingga jutaan Rupiah hingga di akhir periode masa pemerintahan Orde Baru.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News