
Di tengah hiruk-pikuk Blok M, Jakarta Selatan, berdiri sebuah taman yang namanya membawa jejak perjuangan dari timur Indonesia. Taman Literasi Martha Christina Tiahahu bukan sekadar ruang hijau, tetapi kini menjadi ruang perjumpaan budaya, literasi, dan harapan. Kolaborasi antara PT Integrasi Transit Jakarta (ITJ) dan Yayasan Heka Leka menghadirkan taman ini sebagai “beranda Timur” di jantung ibukota — jembatan simbolis antara Maluku dan Jakarta.
Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktur Utama ITJ, Yulham Ferdiansyah Roestam, dan Direktur Eksekutif Heka Leka, Stanley Ferdinandus, menandai komitmen bersama untuk menghidupkan taman ini dengan semangat literasi, inklusivitas, dan keberagaman.
“Semangat perjuangan Martha Christina Tiahahu harus nyata terasa di ruang ini,” ujar Yulham. “Taman ini kami wujudkan sebagai ruang inklusif, sekaligus etalase Indonesia Timur di Jakarta. Ini bagian dari visi kami membangun Jakarta sebagai kota global yang inklusif dan berkelanjutan.”
Jejak Martha dari Nusalaut ke Jakarta
Taman ini pertama kali diresmikan pada tahun 1982 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai bentuk penghormatan terhadap Martha Christina Tiahahu, pahlawan perempuan muda dari Nusalaut, Maluku, yang berani mengangkat senjata melawan penjajah Belanda pada usia remaja.
Nama Martha bukan sekadar hiasan di gerbang taman, tetapi membawa narasi panjang tentang keberanian perempuan dari Timur. Jejaknya kini hidup kembali di tengah kota, menjadi inspirasi bagi generasi baru yang belajar, membaca, dan berkarya di ruang terbuka ini.
Setelah revitalisasi pada tahun 2022, taman ini bertransformasi menjadi Taman Literasi dengan fasilitas seperti amfiteater, ruang baca terbuka, perpustakaan digital, hingga area komunitas. Inisiatif ini merupakan bagian dari pengembangan kawasan Transit-Oriented Development (TOD) yang dikelola oleh ITJ.
Membawa Napas Timur ke Tengah Kota
Yayasan Heka Leka, didirikan di Ambon pada 2011, adalah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan, literasi, dan pengembangan anak di wilayah Indonesia Timur, khususnya Maluku. Nama “Heka Leka” yang berarti “ayo berjalan bersama” menjadi prinsip kerja mereka—kolektif, partisipatif, dan berbasis budaya.
Selama lebih dari satu dekade, Heka Leka dikenal sebagai motor gerakan literasi komunitas di Maluku melalui festival anak, pelatihan guru, perpustakaan keliling, hingga ruang belajar kreatif. Dalam kolaborasi ini, mereka membawa semua semangat tersebut ke Jakarta.
“Lewat kerja sama ini, kami ingin menghadirkan ‘beranda Timur’ di Jakarta,” ujar Stanley Ferdinandus. “Sebuah ruang temu di mana semangat literasi dari Maluku dan suara-suara dari Timur Indonesia mendapat tempat di wajah ibukota.”
Heka Leka akan merancang program berbasis komunitas yang melibatkan warga, anak-anak, serta diaspora Indonesia Timur di Jakarta. Ruang ini akan menjadi titik temu budaya, tempat bertumbuhnya rasa bangga akan keberagaman nusantara.
Jakarta dan Timur: Saling Menyapa, Saling Menguatkan
Taman Literasi Martha Christina Tiahahu kini berdiri sebagai simbol konektivitas baru. Di sini, perpaduan antara mobilitas urban dan akar budaya Indonesia Timur menjadi nyata. Sebuah ruang publik yang tidak hanya mengajak warga untuk membaca, tetapi juga untuk saling mengenal, menghargai, dan membangun Jakarta sebagai rumah bagi semua.
Dari Maluku ke Blok M, semangat Martha masih menyala.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News