
Membalikkan momentum negatif menjadi positif, baik strategic momentum maupun psychological momentum, dan pengambilan keputusan dalam situasi yang dinamis sepertinya menjadi pertimbangan utama bagi Presiden Emmanuel Macron untuk melakukan kunjungan ke Indonesia. Sebab, kunjungan tersebut berlangsung selang beberapa minggu setelah kabar tertembak jatuhnya beberapa unit jet tempur Rafale milik Angkatan Udara (AU) India oleh skuadron J10 milik AU Pakistan dalam pertempuran udara di perbatasan India–Pakistan bulan lalu.
Sementara itu, Indonesia tengah menanti kedatangan secara bertahap 42 jet tempur Rafale yang telah dipesan. Dalam lensa Game Theory, kunjungan Macron membuahkan outcome positif di tengah situasi yang secara psikologis kurang menguntungkan.
Bukan itu saja, kunjungan Macron dan peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Prancis juga menjadi momentum untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan bilateral dan kerja sama yang lebih luas di berbagai bidang. Tidak hanya bidang pertahanan saja, tetapi juga kebudayaan, perdagangan, pariwisata, dan industri kreatif, serta bidang potensial lainnya.
Kemitraan Kultural Strategis
Kunjungan Macron ke Borobudur membawa sejumlah makna dan harapan. Maknanya terutama menyangkut diplomasi kultural, penguatan hubungan bilateral, disertai harapan-harapan yang khususnya terkait pariwisata dan konservasi.
Kunjungan tersebut menjadi pengakuan simbolik dari Presiden Prancis terhadap keunggulan kultural Indonesia, bahwa Borobudur adalah mahakarya spiritual, kultural, dan arsitektural kelas dunia, sekaligus sebagai simbol peradaban, toleransi, dan kolaborasi internasional. Borobudur merupakan situs warisan dunia UNESCO dan candi Buddha terbesar dunia, mencerminkan kekayaan dan kedalaman budaya Indonesia beserta posisinya di pentas global.
Sebagaimana diketahui, sebagai mahakarya seni rupa dan arsitektural berbasis kosmologi Buddha, candi raksasa berdimensi 123 meter x 123 meter dengan tinggi 42 meter ini dibangun menutupi sebuah bukit dengan dua juta balok batu (batuan andesit) yang tersusun saling mengunci dan mengandalkan teknik sambung, gaya berat, dan gravitasi untuk menjaga kestabilan. Kendati tanpa semen/paku/mur/tali pengikat, akan tetapi strukturnya kokoh, megah, kaya akan makna/nilai filosofis, dan sarat estetika artistik. Borobudur memiliki 10 lantai, 73 stupa, 505 arca, 1.460 panel relief cerita, dan 1.212 panel dekoratif. Sebagian kecil (6%) dari total jumlah stupa tidak utuh lagi.
Dapat dibayangkan ketika dibangun pada abad ke-8 Masehi belum ada peralatan-peralatan konstruksi berat seperti tower lift, backhoe, dan overhaul truck pengangkut material dan lainnya, akan tetapi dapat tercipta mahakarya seni rupa raksasa yang sekokoh itu dan seindah itu. Amat mengagumkan, kendati yang dapat kita saksikan sekarang adalah hasil restorasi besar-besaran antara 1973–1983 dengan dukungan dana dari UNESCO.
Kunjungan Macron ke Borobudur merupakan diplomasi kultural untuk meningkatkan saling pengertian dan kerja sama yang mengangkat pengaruh kultural dan posisi Indonesia sebagai salah satu global tourism hub berbasis warisan budaya. Selain itu, menyoroti nilai-nilai bersama universal atas toleransi dan penghargaan serta aktualisasinya dengan menekankan nilai-nilai humanitarian bersama antara dua bangsa.
Kunjungan Macron ke Borobudur menandai kemitraan kultural strategis yang fokus pada preservasi warisan budaya dunia tersebut (Candi Borobudur) dan pengembangan industri kreatif. Prancis memiliki pengalaman dan keahlian dalam konservasi warisan budaya.
Kontribusi Prancis tentu saja kita butuhkan untuk meningkatkan kelestarian Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia dan menjaga/merawat Outstanding Universal Values (OUV) yang melekat pada warisan budaya tersebut. Kemitraan kultural strategis dengan Prancis dibutuhkan dalam rangka membangun ekosistem pariwisata berkelanjutan, khususnya pada destinasi pariwisata superprioritas (DPSP) Borobudur, dan tidak tertutup kemungkinan pada DPSP lainnya.
Kontroversi Stair Lift
Menurut Menteri Kebudayaan, pemerintah telah berkonsultasi dengan UNESCO dalam pemasangan stair lift pada tangga utama candi. Pemasangan stair lift ini sudah melalui pertimbangan dan kajian untuk menciptakan destinasi pariwisata dan kultural yang inklusif dan dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.
Bayangkan saja jika masyarakat yang memiliki keterbatasan mempunyai keinginan untuk mengunjungi Candi Borobudur hingga di tingkat puncak harus menaiki tangga satu-satu menuju puncak candi, tentu merepotkan dan melelahkan. Maka, menaiki stair lift menjadi solusi paling praktis, mudah, dan aman.
Momentum dipasangnya stair lift dilakukan pasca perayaan Waisak, yang mana pada saat itu telah dilakukan juga diskusi dengan para tokoh agama Buddha untuk mewujudkan Candi Borobudur yang lebih inklusif.
Stair lift kemudian dipasang saat mendekati kunjungan Presiden Macron. Hal ini juga dilakukan sebagai uji coba untuk memberikan pilihan kepada Presiden Macron beserta Ibu Negara Brigitte Macron dan juga Presiden Prabowo yang memiliki waktu kunjungan terbatas agar dapat menikmati Candi Borobudur dengan lebih efektif dan nyaman, kendati Macron ternyata memilih untuk berjalan kaki menapaki tangga untuk mencapai puncak Borobudur.
Stair lift tersebut dapat dipandang sebagai struktur temporer atau tempelan saja, dengan bantalan pelat logam yang beralaskan karpet karet pada batu tangga yang dapat dan mudah dilepas kapan saja. Mungkin juga tidak cukup banyak pengunjung yang berminat menggunakannya.
Pendapat penulis, jika stair lift dipandang perlu untuk dipasang permanen, ada baiknya diutamakan saja pada koridor yang cukup lebar sehingga tidak menghalangi pengunjung yang lebih suka berjalan kaki menaiki tangga candi.
Selain itu, stair lift idealnya dikhususkan untuk kaum difabel, lansia, ibu dengan anak balita, dan mereka yang sedang tak cukup sehat. Dengan demikian, Borobudur menjadi destinasi wisata inklusif. Kendati demikian, perbedaan elevasi antara jalan raya, loket/pintu masuk, dan pelataran candi menjadi hambatan lainnya yang menyulitkan kelompok pengunjung berkebutuhan khusus tersebut. Borobudur yang bermakna “vihara di atas bukit” memang candi yang dibangun di atas bukit pada ketinggian 265 meter di atas permukaan laut, cukup banyak jalur mendaki/menurun.
Pada berbagai bangunan dan lanskap warisan dunia di berbagai negara, pemasangan elevator (chairlift, stairlift, slopelift, dan wheelchair) juga cenderung untuk membantu kelompok disabilitas. Sebut saja Acropolis (Athena), Table Mountain (Cape Town, Afrika Selatan), Valparaiso (Chili), Canal du Centre (Belgia), dan lainnya.
Namun, pemasangan chairlift dan ramp secara permanen pada Candi Borobudur perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan UNESCO dengan menyiapkan heritage impact assessment, khususnya menyangkut keotentikan Outstanding Universal Values (OUV) yang melekat pada warisan budaya dunia tersebut dan dampak vibrasi dari chairlift pada stabilitas struktur candi. Sebagian tangga/undakan batu merupakan koridor tertutup seperti terowongan yang atapnya juga tersusun dari panel batu yang saling mengunci tanpa semen.
Kombinasi Mass–Premium Tourism
Saat ini, DPSP Borobudur telah dikelola secara lebih berkelanjutan. Seluruh zona dalam kawasan candi tampak menghijau dan tertata rapi, tersedia “tayo” atau bus shuttle listrik yang siap mengantar para pengunjung dari pintu masuk/loket ke pelataran candi serta pintu keluar.
Pengelolaan berbasis daya dukung tampak dari pengaturan/pembatasan jumlah pengunjung, pembatasan jam operasional, dan penetapan sistem tarif/tiket masuk, serta mewajibkan para pengunjung puncak candi menggunakan “upanat” (alas kaki terbuat dari daun pandan). Penggunaan upanat untuk mencegah pengikisan batuan candi akibat gesekan dengan sepatu pengunjung secara masif, terutama pada tangga candi. Limbah upanat pun mudah terurai oleh tanah.
Kunjungan ke puncak Borobudur dibatasi sebanyak 150 orang per sesi dan setiap sesi 1 jam. Rentang waktu operasional mulai pukul 07.00 hingga 17.00.
Perbedaan tarif tiket masuk antara ke pelataran dengan ke puncak candi secara otomatis membatasi jumlah pengunjung ke puncak candi. Artinya, mass tourism diarahkan ke pelataran candi, sedangkan puncak candi lebih ke premium tourism.
Kunjungan Macron ke Borobudur optimistis dapat mendongkrak citra Borobudur pada level global dan diharapkan melejitkan jumlah wisatawan mancanegara yang dengan sendirinya diarahkan sebagai “turis premium” (hingga ke puncak candi dengan harga tiket relatif tinggi), khususnya yang berasal dari Uni Eropa, termasuk Prancis.
Tahun 2024 tercatat sebanyak 1,3 juta pengunjung Borobudur, dengan jumlah wisman sebanyak 230.095 dan selebihnya adalah wisatawan domestik/nusantara (wisnus). Maka, tahun ini dapat diharapkan jumlah pengunjung meningkat menjadi setidaknya 1,5 juta dengan sekitar 300.000 wisman.
Mengelola destinasi pariwisata berkelanjutan tidak lagi dengan memasang target kuantitatif pertumbuhan jumlah pengunjung yang tinggi, melainkan pada target penerimaan (revenue) yang tinggi melalui strategi penetapan tarif (tiket masuk) secara diferensial atau segmented. Dengan batasan jumlah pengunjung yang bisa naik ke puncak candi 150 orang per sesi dan durasi per sesi 1 jam, serta setiap hari Senin untuk perawatan candi, maka kuota jumlah kunjungan ke puncak candi maksimum 1.500 per hari dan 471.000 per tahun.
Maka, aturan masuk ke Borobudur yang terbaru perlu disosialisasikan secara internasional, khususnya menyasar wisman dari Prancis dan negara Uni Eropa lainnya, melalui internet, situs web, brosur-brosur (daring/luring), dan lainnya. Juga secara luring atau onsite pada bandara-bandara internasional, hotel-hotel berbintang, dan berbagai eksibisi di luar negeri, seperti IFTM dan Salon Mondial du Tourisme (Paris), ITB dan IMEX (Berlin), WTM (London), dan lainnya.
Ke depannya, secara nasional, dampak kunjungan Macron ke DPSP Borobudur diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pariwisata terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8%. Sebab, di luar sektor industri, sumber pertumbuhan baru amat diharapkan. Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dapat berperan dalam melejitkan sektor pariwisata melalui co-investment dengan para mitra dalam segmen-segmen pariwisata halal, pariwisata hijau, pariwisata olahraga, wellness tourism, experiential/adventure tourism, cruise tourism, dan lainnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News