
Pada bulan November 1945, hujan tak berhenti mengguyur Kota Bandung. Puncaknya pada tanggal 25 November 1945, banjir besar menenggelamkan kawasan Lengkong, Sasakgantung, Banceuy, dan Balubur.
Hal ini membuat panik masyarakat sekitar karena bencana itu merupakan yang pertama kalinya. Air bah itu menghanyutkan rumah hingga ratusan korban jiwa.
“Lalu lintas mengalami kemacetan, karena jalan-jalan penuh kotoran, dan pohon-pohon tumbang terbawa air bah,” tulis RJ Rusady W dalam bukunya, Tiada Berita Dari Bandung Timur 1945-1947..
Hal ini begitu memberatkan warga Bandung, karena bencana ini hadir di tengah revolusi kemerdekaan. Para pejuang melakukan penyerangan ke markas sekutu di bagian Bandung Utara, Hotel Preanger dan Hotel Savoy Homan di selatan sehari sebelum banjir.
Karena itu, ada yang menduga peristiwa banjir ini merupakan sabotase dari pasukan Sekutu. Pasalnya hal ini baru terjadi pertama kali di daerah Bandung.
“Tapi dipikir-pikir oleh kami, masa sih hujan gerimis bisa membuat Cikapundung meluap? Terlebih peristiwa seperti itu seingat saya baru terjadi pertama kali di Bandung,” ungkap Itjeu Suhartina, warga sekitar yang lahir tahun 1925.
Menyelamatkan warga
Karman Somawidjaja dalam bukunya Saya Pilih Mengungsi mengungkapkan kala itu jalanan Bandung begitu mengerikan. Eks petugas Palang Merah Indonesia (PMI) itu menyebutkan di wilayah jalan Pungkur dan Buah Batu, gelimpangan mayat hampir terlihat pada setiap sudut.
“Kami lalu mengumpulkannya di Klinik Pasundan…” kenang Karman.
John R.W. Smail dalam buku Bandung Awal Revolusi 1945-1946 mengungkapkan banjir itu menghancurkan sekira 500 rumah dan menelan korban jiwa lebih dari 200 orang. Kondisi itu membuat kelompok pejuang melakukan aktivits penyelamatan.
Tetapi, pasukan Gurkha/Sekutu memperkeruh suasana dengan menembaki mereka yang sedang melakukan penyelamatan. Asikin Racman, mantan anggota laskar Hizboellah Bandung mengenang adanya satu kompi pasukan Inggris yang datang ke perkampungan rakyat di pinggir Sungai Cikapundung lalu melakukan penembakan
“Tanpa belas kasihan, mereka menembaki rakyat yang tengah kami tolong hingga beberapa meregang nyawa dan sebagian lain dalam kondisi panik berlarian kesana-kemari…” kenang mantan tersebut.
Investigasi
Karena insiden banjir ini, membuat pejuang Bandung begitu marah. Mereka lalu melakukan penyelidikan atas kejadian banjir yang menimpa kawasan Cikapundung ini.
Para pemuda teringat dengan taktik Waterlinie Belanda menghadapi Jerman dalam Perang Dunia II, yakni menenggelamkan daerah mereka untuk merintangi dan menghambat gerak maju tentara Jerman.
“Rupanya, ini mereka lakukan juga untuk menghadapi dan memperlemah serangan-serangan para pemuda pejuang kita yang bagi mereka tiada henti-hentinya,” kata Rusady.
Hal ini juga diperkuat dengan kesaksian Mohamad Rivai dalam buku “Tanpa Pamrih Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945”. Rivai mencatat kesaksian sejumlah warga Bandung saat itu terkait peristiwa tersebut.
“Saat menjelang malam pas akan terjadinya banjir, para saksi melihat lima orang berpenampilan mirip pejuang mendatangi viaduct dan menutup pintu-pintu air Sungai Cikapundung lalu mereka menghilang secara cepat.”
Walau begitu sumber dari Belanda menganggap banjir ini merupakan kejadian alam biasa. Bahkan ada yang menuduh ini merupakan sabotase dari pasukan pejuang republik.
“Menurut keterangan yang kami lansir dari para pengungsi, itu merupakan akibat dari sabotase yang dilakukan para ekstrimis…”
Sumber:
- Cerita Banjir Sungai Cikapundung Bandung Tahun 1945, Diduga akibat Ulah Tentara Sekutu
- Banjir Besar di Bandung Tahun 1945 Diduga Sabotase: Tentara Inggris atau Pejuang RI
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News