Posted on Leave a comment

KUBET – Ada Masjid Rp3,6 Miliar, Ini Potret Kampung Mewah di Bandung Barat

Ada Masjid Rp3,6 Miliar, Ini Potret Kampung Mewah di Bandung Barat

images info

Kampung Nagrak yang berada di Desa Ganjarsari, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terkenal sebagai kampung jutawan. Hal ini bisa dilihat dari rumah-rumah mewah yang berada di kampung tersebut.

Dilihat dari kanal YouTube Hardi ArtVenture, jalan menuju kampung ini beberapa masih ada yang rusak. Tetapi saat memasuki kampung ini kondisi kontras langsung terlihat dengan deretan rumah mewah.

Kampung ini begitu asri karena berada tepat di lereng Gunung Burangrang sehingga memiliki pemandangan indah dengan udara yang cukup sejuk. Tidak heran masyarakat di kampung ini banyak berprofesi di bidang perkebunan teh hijau.

Beberapa di antaranya juga memiliki pabrik teh sehingga memungkinkan mereka memiliki hunian yang sangat megah. Terlihat sepanjang jalan tampak daun teh yang dijemur di tengah lapangan sebelum diolah lebih lanjut.

Terdapat masjid mewah

Hal yang menjadi sorotan lagi adalah adanya masjid dengan ornamen mewah di kampung tersebut. Ditelisik masjid ini dibangun dengan menghabiskan uang hingga Rp 3,6 miliar.

Masjid Jamie Al-Barokah ini ternyata  dibangun atas prakarsa warga setempat yang saling gotong royong mengumpulkan dana. Warga setempat, Haji Cucu, menjelaskan proses pembangunan masjid tersebut sejak tahun 2018, karena sebelumnya sempat terbengkalai.

“Ini dari 2018 mulai dibangun. Ini dibilang renovasi, dibikin lagi peletakan batu pertama dari awal,” kata Haji Cucu.

Haji Cucu pun menjelaskan, iuran yang sudah terkumpul mencapai Rp3,6 miliar dari para warga dan pengusaha teh. Tetapi ada juga warga yang membantu tenaga hingga bahan bangunan.

“Kurang lebih kalau dibilang kemarin Rp3,6 miliar. Ini hasil jerih payah masyarakat sini yang sebagian besar pengusaha teh hijau.”

“Cuma warga kecil yang bantu semacam tenaga kerja, bahan bantunya, ada bantuan warga di sini,” jelasnya lagi.

Tidak jadi dibantu pemerintah

Sebenarnya, Bupat ingin membantu pembangunan masjid tersebut. Bantuan ini diberikan pada saat proses finishing.

Namun menurut penuturan Haji Cucu, uang bantuan senilai Rp700 juta sampai saat ini tak pernah turun hingga masjid itu selesai. Hingga warga pun tidak lagi menunggu bantuan tersebut.

“Makanya pernah ke sini juga kurang katanya waktu itu menghabiskan uang Rp700 juta lagi. Sudah habis itu pembangunan finishing, katanya mau dibantu senilai Rp700 juta tapi gak jadi. Bahkan sampai sekarang gak muncul-muncul,” tegasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Mengenal Green Sukuk Indonesia, Pembiayaan Hijau untuk Masa Depan Infrastruktur yang Berkelanjutan

Mengenal Green Sukuk Indonesia, Pembiayaan Hijau untuk Masa Depan Infrastruktur yang Berkelanjutan

images info

 

Dalam upaya mengatasi kesenjangan pendanaan pembangunan infrastruktur nasional, pemerintah Indonesia mulai memanfaatkan berbagai alternatif pembiayaan.

Salah satu pendekatan yang ditempuh adalah penerbitan green sukuk atau obligasi hijau syariah.

Instrumen ini tak sekedar menawarkan solusi pembiayaan, tetapi juga mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

 

Menjawab Kesenjangan Pendanaan Infrastruktur

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kebutuhan investasi infrastruktur nasional dalam periode 2025–2029 diperkirakan mencapai USD625,37 miliar.

Namun, kemampuan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sekitar 40 persen dari total tersebut, atau setara USD250,15 miliar (sekitar Rp4.065 triliun).

Artinya, terdapat kesenjangan pendanaan yang signifikan yang tidak bisa ditutup oleh pemerintah sendiri.

“Penerbitan instrumen ini merupakan salah satu cara pemerintah memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan melalui partisipasi swasta,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi International Conference of Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (12/6/2025).

 

Capaian Green Sukuk Indonesia

Sejak pertama kali diterbitkan, green sukuk telah menunjukkan pertumbuhan signifikan. Hingga 2025, total penerbitan green sukuk Indonesia telah mencapai USD6,6 miliar secara global dan Rp78,8 triliun secara domestik

Pemerintah juga memperluas cakupan instrumen ini dengan menerbitkan domestic wholesale green sukuk, yang akumulasi totalnya mencapai Rp21,03 triliun. Rinciannya sebagai berikut:

  • Rp4,75 triliun (2022)
  • Rp7,28 triliun (2023)
  • Rp6 triliun (2024)
  • Rp3 triliun (2025)

Upaya ini menjadi optimisme untuk pemerintah dalam mendorong investasi hijau berbasis syariah, sekaligus memperkuat peran Indonesia di pasar keuangan internasional dalam hal pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance).

 

Mengundang Partisipasi Swasta dan Mitra Global

Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa green sukuk merupakan instrumen inklusif yang memungkinkan sektor swasta dan mitra global ikut ambil bagian dalam pembiayaan pembangunan yang ramah lingkungan. Dengan pasar yang terus tumbuh dan kebutuhan investasi yang besar, peluang untuk menarik investor domestik maupun internasional sangat terbuka.

“Indonesia perlu dukungan dari banyak mitra untuk memungkinkan sumber pendanaan yang luas,” tambahnya.

Penerbitan green sukuk juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan target net zero emissions pada 2060.

Dana yang dihimpun melalui green sukuk digunakan untuk proyek-proyek yang berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon, peningkatan ketahanan iklim, dan pengembangan infrastruktur berkelanjutan seperti energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, serta pengelolaan limbah dan air.

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Sering Dikira Sama, Tupai dan Bajing Ternyata Hewan yang Berbeda

Sering Dikira Sama, Tupai dan Bajing Ternyata Hewan yang Berbeda

images info

Banyak orang mengira tupai dan bajing adalah hewan yang sama karena kemiripan fisik dan habitatnya di pepohonan.

Namun, keduanya sebenarnya berasal dari ordo yang berbeda dan memiliki karakteristik unik yang membedakannya.

Dr. Maryati Surya, Koordinator Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi serta Peneliti Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University, menjelaskan perbedaan mendasar antara kedua hewan ini.  

Taksonomi dan Klasifikasi

Tupai (Tupaia) termasuk dalam ordo Scandentia, yang terdiri dari dua famili: Tupaiidae (aktif di siang hari) dan Ptilocercidae (aktif di malam hari).

Sementara itu, bajing berasal dari ordo Rodentia (hewan pengerat) dan tergabung dalam famili Sciuridae.

Perbedaan taksonomi tersebut menunjukkan bahwa keduanya tidak berkerabat dekat, meski secara sekilas terlihat serupa.  

Karakteristik Fisik dan Perilaku

Tupai memiliki tubuh kecil dengan berat antara 45–350 gram dan panjang 12–21 cm. Moncongnya lebih runcing, mirip celurut, dan wajahnya lebih tirus dibanding bajing.

Mereka hidup soliter (menyendiri) dan bersifat monogami. Sebagai omnivora, tupai memakan serangga, kutu, hewan kecil, serta buah dan biji-bijian.  

Di sisi lain, bajing memiliki ekor panjang dan lebat yang melengkung ke atas, kepala bulat, serta mata besar. Mereka hidup berkelompok dan lebih sosial dibanding tupai.

Bajing adalah herbivora yang mengonsumsi kacang-kacangan, buah, dan biji-bijian, sehingga sering dianggap hama oleh manusia karena kerap merusak tanaman.  

Baca juga Mengungkap Temuan Baru dari Tupai Tanah Berjumbai yang Misterius di Borneo

Habitat dan Penyebaran

Tupai tersebar di wilayah tropis, mulai dari India hingga Filipina, termasuk Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan).

Mereka dapat hidup di pohon (arboreal) maupun di tanah (terestrial), dengan preferensi di hutan tropis dan perkebunan.  

Bajing lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan manusia dan sering ditemukan di kebun, taman, atau bahkan pemukiman.

Ukurannya bervariasi, dari jenis kecil (10–14 cm) hingga besar seperti marmot yang beratnya bisa mencapai lebih dari 8 kg.

Manfaat dalam Penelitian Medis

Selain sebagai satwa liar, tupai memiliki peran penting dalam penelitian medis. PSSP IPB University telah mengembangkan kultur sel hati (hepatosit) Tupaia javanica sebagai model in vitro untuk mempelajari virus hepatitis B yang berasal dari primata seperti owa dan orangutan.  

Kolaborasi penelitian juga dilakukan dengan Mochtar Riady Institute of Nanotechnology untuk studi hepatitis C pada manusia, serta dengan Divisi Hepatobilier FKUI untuk penelitian hepatitis B. Temuan ini membuka peluang pemanfaatan tupai dalam pengembangan vaksin dan terapi penyakit menular.  

Pentingnya Pemahaman Tentang Satwa

Dr. Maryati menekankan pentingnya membedakan tupai dan bajing, terutama dalam konteks konservasi dan interaksi manusia dengan satwa liar.

Kesalahan identifikasi dapat memengaruhi upaya perlindungan dan penelitian. Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat dapat lebih bijak dalam memperlakukan kedua spesies ini.  

Dari segi ekologi, tupai berperan dalam pengendalian populasi serangga, sementara bajing membantu penyebaran biji tanaman.

Keduanya memiliki peran penting dalam keseimbangan alam, sehingga perlindungan terhadap habitatnya tetap harus menjadi prioritas.

Baca juga Misteri Tupai Pengisap Darah Pemangsa Kinang yang Hidup di Belantara Borneo

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Lika-liku Sabar/Reza sebagai Pebulutangkis Independen: Dituntut Mandiri, Support System Jadi Penolong

Lika-liku Sabar/Reza sebagai Pebulutangkis Independen: Dituntut Mandiri, Support System Jadi Penolong

images info

Bagi pasangan pebulutangkis gandra putra Indonesia, Sabar Karyaman Gutama/Moh. Reza Pahlevi Isfahani, menjadi atlet independen artinya dituntut untuk mandiri. Di sini kemudian support system menjadi penting untuk membantu.

Bisa dibilang, Sabar/Reza adalah pebulutangkis independen Indonesia paling hits saat ini. Maklum saja, mereka mampu menorehkan pencapaian yang tak kalah ciamik dengan atlet-atlet dari Pelatnas PBSI. Terakhir, mereka mampu menjadi finalis di ajang bergengsi Kapal Api Indonesia Open 2025.

Pebulutangkis independen seperti Sabar/Reza memang beda dengan pebulutangkis top Indonesia lain yang sebagian besarnya bernaung di Pelatnas. Pebulutangkis independen yang juga kerap disebut pebulutangkis profesional harus mencari sponsor dan mengurus akomodasi sendiri ketika akan berlaga di suatu turnamen. Sebaliknya, pebulutangkis pelatnas semua keperluannya sudah diurus oleh PBSI selaku induk organisasi olahraga bulutangkis Tanah Air.

Dengan demikian, menjadi pebulutangkis independen haruslah mandiri. Itu pula yang dirasakan oleh Sabar selama tiga tahun berkiprah bersama Reza.

“Yang lebih stuggle-nya karena kita apa-apa urus sendiri.” demikian kata Reza di Istora Senayan, Minggu (8/6/2025) soal kesannya menjadi pebulutangkis Independen.

Dengan tuntutan kemandirian yang ada, sudah tentu Sabar/Reza tidak bisa bekerja sendirian. Untungnya, ada pelatih serta keluarga yang menjadi support system mereka dalam menjalani peran sebagai pebulutangkis independen.

“Kita ada coach Hendra yang bantu kita, ada coach Yansen juga, dan ada istri-istri kita yang biasa bantu cari tiket dan pesan hotel,” lanjut Reza.

Sebagaimana diketahui, Sabar/Reza dilatih oleh Hendra Setiawan yang merupakan legenda bulutangkis Indonesia yang juga berstatus Indendependen. Selain itu, ada pula Yansen Alpine yang bertindak sebagai pelatih fisik.

Sabar/Reza merasakan betul dukungan dari keluarga, terutama istri, setidaknya sejak 2 tahun lalu. Sabar telah menikah dengan Nazhiira Nadia sejak akhir 2023, sementara Reza menikah dengan Marseilla Gischa pada 2024.

“Jadi kita Alhamdulillah lumayan terbantu karena kita sudah menjalani sudah 3 tahun menjadi pemain independen dan Alhamdulillah kita berdua happy menjalaninya.” tutur Sabar lagi.

Kini, Sabar/Reza masih dinanti sederet turnamen internasional yang perlu dilakoni. Tak hanya itu, keduanya juga harus mempersiapkan diri menuju Olimpiade Los Angeles 2028.

“Kita pengin main di Olimpiade Los Angeles 2028, tetapi kita juga akan fokus step by step karena Olimpiade masih ada 3 tahun lagi ke depan dan mungkin kita juga akan mempersiapkan tidak hanya (hal) teknis, tetapi juga nonteknisnya.” pungkas Reza.

 

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Tali Tengah, Permainan Tradisional ‘Gobak Sodor’ dari Daerah Raja Ampat

Tali Tengah, Permainan Tradisional 'Gobak Sodor' dari Daerah Raja Ampat

images info

Raja Ampat merupakan salah satu gugusan pulau yang berada di daerah Papua Barat. Selain dikenal dengan keindahan alamnya, Raja Ampat juga memiliki permainan tradisional khas yang dimainkan oleh anak-anak setempat, yakni tali tengah.

Tali tengah merupakan salah satu permainan tradisional yang bisa Kawan jumpai di Raja Ampat. Sekilas permainan tradisional ini mirip dengan gobak sodor yang bisa Kawan jumpai di beberapa daerah lainnya.

Lalu bagaimana tata cara bermain permainan tradisional tali tengah tersebut? Simak pembahasan lengkap seputar permainan tradisional khas Raja Ampat ini dalam artikel berikut.

Mengenal Permainan Tradisional Tali Tengah

Tali tengah merupakan salah satu permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak di Raja Ampat. Permainan ini memiliki kemiripan dengan gobak sodor, galasin, atau galah asin yang terdapat di beberapa daerah lainnya.

Dikutip dari artikel Bamdu Bamburo, Leo Pratama, dan Saiful Anwar, “Permainan Olahraga Tradisional Raja Ampat Papua Barat” yang terbit di Jurnal Pendidikan Jasmani, tidak diketahui secara pasti kapan permainan ini pertama kali di daerah Raja Ampat. Beberapa sumber meyakini bahwa permainan ini dibawa oleh masyarakat yang datang dari daerah Jawa ke Raja Ampat.

Permainan ini sering kali menjadi sarana hiburan bagi anak-anak untuk mengisi waktu luang. Apalagi tali tengah merupakan salah satu permainan yang dimainkan secara berkelompok, sehingga dibutuhkan beberapa orang pemain agar permainan ini bisa dimainkan dengan maksimal.

Umumnya permainan ini dimainkan oleh anak-anak Raja Ampat di pantai-pantai yang ada di sana. Biasanya permainan tali tengah mulai dimainkan pada sore hari pada saat air laut sedang surut.

Tempat bermain ini memberikan tantangan tersendiri dalam proses bermainnya. Hal ini pula yang membedakan permainan tali tengah dengan gobak sodor atau sejenisnya.

Arena permainan yang dimainkan di tepi pantai membuat para pemain mesti mengeluarkan tenaga ekstra dalam proses bermain. Sebab pasir pantai akan membuat langkah kaki para pemain lebih berat jika dibandingkan dengan arena yang dimainkan di atas tanah lapang.

Apalagi pasir pantai di sore hari akan menjadi lebih berat dan basah karena terkena air laut sebelumnya. Meskipun demikian, hal ini justru memberikan keseruan tersendiri agar para pemain bisa lebih tertantang dalam permainan tradisional tersebut.

Persiapan dan Aturan Permainan

Aturan permainan tali tengah cukup sederhana dan mudah untuk dimainkan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, tali tengah merupakan salah satu permainan yang dimainkan secara berkelompok.

Dibutuhkan beberapa orang anak yang nantinya akan menjadi pemain dalam permainan tradisional ini. Biasanya jumlah pemain dalam permainan ini mesti genap karena nantinya akan dibagi ke dalam dua grup berbeda.

Setelah para pemain berkumpul, hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah lapangan permainan. Lapangan permainan tali tengah biasanya berbentuk persegi panjang.

Nantinya lapangan ini akan dibagi ke dalam tiga bagian berbeda. Para pemain bisa membagi lapangan ini dengan membentuk enam buah persegi di dalamnya.

Garis-garis yang ada di dalam lapangan inilah yang nantinya akan menjadi patokan bagi pemain yang berjaga. Jika semua persiapan sudah dilakukan, maka proses bermain tali tengah sudah bisa dimainkan.

Cara Bermain

Pada awalnya, para pemain bisa membagi jumlah mereka dalam dua kelompok berbeda. Setelah itu masing-masing pemimpin kelompok akan melakukan undian untuk menentukan yang berjaga dan menyerang.

Kelompok penjaga nantinya akan menempatkan para pemainnya di tiga garis yang membagi lapangan tersebut sambil merentangkan tangan. Sementara itu, akan ada satu pemain yang bisa bergerak bebas di garis tengah lapangan.

Di sisi lain, kelompok penyerang akan secara bergantian berusaha menyeberangi lapangan tersebut dari satu sisi ke sisi lainnya. Pemain dari kelompok penyerang ini mesti menghindari sentuhan dari kelompok penjaga.

Jika kelompok penjaga berhasil menyentuh pemain penyerang, maka dia akan dikeluarkan dari permainan. Nantinya pemenang dalam permainan ini bisa dilihat dari dua hal.

Pertama, jika kelompok penjaga berhasil menyentuh semua pemain penyerang, maka mereka akan keluar sebagai pemenang. Sebaliknya, jika pemain penyerang berhasil menyeberangi lapangan dengan aman, maka kelompoknya lah yang akan dinyatakan sebagai pemenang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Gua Mololo, Pemukiman Manusia Purba Berusia 55 Ribu Tahun di Raja Ampat

Gua Mololo, Pemukiman Manusia Purba Berusia 55 Ribu Tahun di Raja Ampat

images info

Gua Mololo yang berada di Raja Ampat Papua Barat menjadi saksi bisu dari perjalanan Homo Sapiens di sepanjang garis khatulistiwa untuk mencapai pulau-pulau di lepas pantai Papua Barat lebih dari 50 ribu-55 ribu tahun yang lalu.

Berdasarkan jurnal penelitian berjudul “Human dispersal and plant processing in the Pacific 55.000-50.000 years ago” ditemukan bahwa Homo Sapiens telah menghuni menghuni Pulau Waigeo, Raja Ampat, sekitar 55.000 tahun lalu.

Homo Sapiens ini menghuni Gua Mololo merupakan gua batu kapur raksasa yang dikelilingi oleh hutan hujan tropis dan membentang seratus meter. Gua ini menjadi rumah bagi koloni kelelawar, biawak, dan kadang-kadang ular.

Para peneliti menemukan sejumlah artefak yang menunjukkan adanya kehidupan manusia purba dalam lapisan sedimen gua. Bukti-bukti tersebut mencakup arang, cangkang, tulang hewan, serta serpihan batu.

“Mereka memanfaatkan sumber daya dari hutan hujan dan juga sumber makanan pesisir, yang menandai strategi bertahan hidup yang kompleks,” tulis penelitian tersebut.

Artefak resin

Dylan Gaffney, salah seorang peneliti menyoroti penemuan artefak resin pohon yang dibuat kala itu. Fungsi artefak resin tidak diketahui, tetapi para peneliti menduga digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk api di dalam gua.

Berdasarkan temuan ini diketahui adanya keterampilan rumit yang dikembangkan manusia untuk hidup di hutan hujan. Dianalisis menggunakan mikroskop elektron pemindai ditemukan bahwa artefak resin itu diproduksi melalui beberapa tahapan.

Tahap pertama resin diambil dari kulit pohon yang dipotong dan dibiarkan menetes hingga mengeras. Setelah itu resin yang mengeras lalu dibentuk.

“Ini sangat mudah terbakar dan merupakan sumber cahaya yang bagus di dalam gua,” kata Gaffney yang dimuat Kompas.

Dihuni 55 ribu tahun lalu

Gua Mololo yang diambil dari kata bahasa lokal Ambel yang berarti ‘tempat berkumpulnya arus’ ini diduga telah dihuni manusia setidaknya 55.000 tahun sebelum masa kini. Hal ini berdasarkan penanggalan radiokarbon di Universitas Oxford dan Universitas Waikato.

Sedangkan penemuan tulang-tulang hewan yang menunjukkan bahwa manusia memburu marsupial, burung-burung darat dan mungkin kelelawar raksasa. Manusia juga beradaptasi dengan cara memanfaatkan sumber daya hutan hujan di samping makanan pesisir yang tersedia di Pulau Waigeo.

Hal yang menarik adalah dengan ditemukannya jejak Homo Sapiens di Raja Ampat membuktikan jalur migrasi manusia purba ke Australia dilakukan melalui rute utara, yaitu dari Asia menuju Kalimantan, Sulawesi, Papua, lalu menyeberang ke benua Sahul—daratan kuno yang saat itu mencakup Australia dan Papua.

Rute alternatif yang selama ini juga dikaji adalah rute selatan, yang melewati Jawa, Bali, dan Timor sebelum menuju Australia bagian utara. Namun, penemuan di Waigeo memberi bobot lebih pada hipotesis rute utara sebagai jalur yang ditempuh Homo sapiens dalam migrasi prasejarah.

Meskipun Pulau Waigeo merupakan rumah bagi hewan-hewan kecil yang sulit ditangkap, manusia beradaptasi dengan memanfaatkan sumber daya hutan hujan serta makanan pesisir yang tersedia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Penghargaan Universitas Osaka untuk Riset Sustainable Aviation Fuel yang Dilakukan Wega Trisunaryanti

Penghargaan Universitas Osaka untuk Riset Sustainable Aviation Fuel yang Dilakukan Wega Trisunaryanti

images info

Bio-jet fuel atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) menjadi target demi terciptanya alternatif bahan bakar pesawat terbang yang dapat diperbarui dan lebih ramah lingkungan.

Sebagaimana slogan yang diungkapkan pemerintah, Indonesia menargetkan mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Beragam riset yang bertujuan menghasilkan sumber energi alternatif pun banyak dicetuskan.

Salah satunya, Prof. Dra. Wega Trisunaryanti, M.S., Ph.D.Eng., Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada yang mengonversi minyak nabati menjadi bio-jet fuel atau Sustainable Aviation Fuel (SAF). Hal itu diciptakan dengan cara melakukan pengembangan katalis, nanosilika, zeolit, dan Graphene Oxide untuk berbagai aplikasi, terutama proses hydrotreating biomassa menjadi biofuel. 

Asal Mula Mahasiswa Undip Raih Penghargaan di Malaysia: Pulang dari PLTU Bawa Abu Lalu Buat Inovasi Trotoar yang Menghasilkan Listrik

Pengembangan itu dilakukan lewat berbagai penelitian. Beberapa hasil penelitiannya, di antaranya:

  1. Zeolit ​​Alam Berpori Hierachical sebagai Pengemban Logam Ni, Zn, dan Cu untuk Katalis Hidrotreating Minyak Jarak menjadi Biofuel (2020);
  2. Sintesis Katalis Ni-Fe/NH2-Silika untuk Konversi Limbah Minyak Goreng Menjadi Biofuel (2020);
  3. Katalis Ni, Pd, Pt-NH2/Lumpur Lapindo untuk Proses Satu Langkah Produksi Biofuel dari Limbah Minyak Sawit (2020);
  4. Zirkonia Mesopori Untuk Konversi Minyak Goreng Bekas Menjadi Biofuel (2023), dan masih banyak lagi.

“Kita bisa manfaatkan kekayaan alam seperti minyak nyamplung dan malapari untuk mendukung kemandirian energi,” kata Wega, sebagaimana dikutip dari laman UGM.

Pantyliner Deteksi Tingkat pH Wanita, Inovasi Siswi SMA IT Al-Kahfi Raih Penghargaan Semi Grand Prize di Korea

Wega Trisunaryanti Raih Penghargaan dari The University of Osaka Global Alumni Fellow

“Energi dari bahan bakar fosil semakin menipis dan menyebabkan polusi. Kita menuju zero carbon, dan bio-jet fuel yang bersumber dari tanaman adalah alternatif yang hijau dan berkelanjutan,” ungkap Wega.

Prinsip ini menjadi landasan Wega terus melakukan riset demi terwujudnya bahan bakar terbarukan nan ramah lingkungan.

Hingga saat ini, ia telah menerbitkan 153 artikel ilmiah di jurnal internasional bereputasi dengan total 1.273 sitasi dari 748 dokumen dan memiliki indeks-h Scopus sebesar 19.

Inovasi Gracelyn, Hadirkan Cangkir Kertas Mengandung Nanopartikel untuk Mengikat Mikroplastik

Atas kerja kerasnya, ia menerima penghargaan bergengsi The University of Osaka Global Alumni Fellow. Hadir sejak 2015, penghargaan ini merupakan bagian dari pembangunan jaringan internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian yang dianugerahkan kepada lulusan dan mantan anggota fakultas University of Osaka yang aktif di universitas dan lembaga penelitian luar negeri.

Wega menjadi bagian keluarga di Osaka saat ia memulai perjalanan akademiknya pada tahun 1992 sebagai research student di Department of Applied Chemistry, Faculty of Engineering, The University of Osaka.

Tidak berhenti di sana, ia kemudian melanjutkan studi doktoral dari tahun 1993 hingga 1997 dengan bimbingan Prof. Dr. Masakatsu Nomura sebagai promotor dan Prof. Dr. Masahiro Miura sebagai co-promotor, dilanjutkan dengan program postdoctoral hingga akhir 1997.

Start Up Magalarva Olah Limbah Makanan Jadi Pakan Ternak Lewat Biokonversi Larva BSF

Wega pun masih kerap menjalin kerja sama ilmiah dengan universitas tersebut melalui riset bersama dan forum-forum akademik internasional. Oleh karena itu, riset-risetnya terkait potensi Indonesia lebih mudah dikenal di dunia, terutama Jepang.

“Kolaborasi ini terus berjalan karena saya menjaga kontak dengan Profesor mantan promotor melalui proyek-proyek baik di Indonesia maupun Jepang. Kami saling melibatkan dalam penelitian berskala internasional. Kontak ini tidak pernah terputus karena memang kita membutuhkan kolaborator asing yang sudah kita kenal dan percaya,” tutur Wega, Kamis (12/6).

Wega Trisunaryanti bukanlah akademisi Indonesia pertama yang menerima penghargaan ini. 2019 lalu, Anas Miftah Fauzi dari IPB mendapat penghargaan serupa. Lebih baru lagi, Irfan Dwidya Prijambada yang juga dari UGM pun lebih dulu memperoleh penghargaan ini pada 2024.

Indonesia Punya Melon Hitam, Varietas Baru Temuan Mahasiswa S3 UB

Akan tetapi, hadirnya Wega Trisunaryanti di jajaran penerima penghargaan yang mayoritas diraih oleh pria menunjukkan pencapaian dan keberdayaan perempuan yang luar biasa di bidang riset.

Ia bahkan tercantum dalam daftar 2% ilmuwan terbaik dunia versi Stanford University pada 2023.

“Miliki mimpi. Jangan takut bersaing. Dunia sains itu tidak hanya butuh kecerdasan, tapi juga kesabaran, ketelitian, dan kepekaan melihat hal-hal baru yang belum banyak diperhatikan,” imbuhnya.

Keunggulan Jamur Tempe Temuan Dosen UGM: Bisa Jadi Alternatif Daging

Akankah Riset Energi Terbarukan Berlanjut?

Meraih berbagai penghargaan, Wega Trisunaryanti tidak menampik akan adanya berbagai tantangan yang dihadapi. Ia menuturkan, kendala terbesar riset yang dilakukan saat ini ada di sektor pendanaan.

Menurutnya, teknologi bio-jet fuel tidak hanya membutuhkan keahlian sains, tetapi juga dukungan infrastruktur dan kolaborasi dengan industri, khususnya sektor energi. Sayangnya, masih sedikit investor dalam negeri yang melirik potensi ekonomi dari bahan bakar terbarukan ini.

“Kami masih dalam skala laboratorium, padahal untuk skala pilot dibutuhkan dana miliaran rupiah. Tanpa mitra investor, riset bio-jet fuel akan berhenti di lab saja,” ungkapnya.

Meski demikian, ia tetap optimis dan menargetkan kontribusi SAF dalam campuran bahan bakar pesawat bisa meningkat signifikan yang saat ini 2,4% menjadi 50% di masa depan.

Unik, Ramuan Penghilang Bau Sampah Justru Terbuat dari Campuran Limbah Sampah

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Pakar UGM: Komika dan Kritiknya Bantu Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat

Pakar UGM: Komika dan Kritiknya Bantu Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat

images info

Di tengah gemerlap lampu panggung dan gelak tawa penonton, stand-up comedy ternyata menyimpan peran mendalam dari sekadar hiburan. Komedi tunggal ini telah menjelma menjadi medium kritik sosial yang unik.

Komika alias komedian stand-up menyampaikan pandangan tajam tentang realitas politik dan isu-isu masyarakat melalui bungkus lelucon.

Fenomena ini mengemuka dalam Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) #21 bertajuk “Panggung Komika, Panggung Kritik: Politik dalam Balutan Tawa”, yang digelar secara daring oleh Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu (29/5).  

Komedi sebagai Alat Literasi Politik

Dr. Ardian Indro Yuwono, Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, menyoroti peran komedi dalam pendidikan demokrasi. Menurutnya, komika berfungsi sebagai aktor komunikasi alternatif yang mampu menjembatani kesenjangan literasi politik masyarakat.

“Isu-isu politik dan sosial seringkali sulit dicerna oleh publik karena terlalu berat atau teknis. Di sinilah komedi hadir dengan pendekatan ringan, mengubah narasi kompleks menjadi sesuatu yang mudah dipahami sekaligus menghibur,” paparnya.  

Namun, Ardian juga mengingatkan risiko yang mengintai. Materi komedi yang menyentuh isu sensitif—seperti agama, ras, atau kebijakan pemerintah—rentan disalahartikan sebagai penghinaan atau provokasi.

“Tantangan terbesar komika adalah menjaga keseimbangan antara menyampaikan kritik dan tidak melanggar norma sosial,” tambahnya.  

“Stand Up for What You Believe: Komedi sebagai Ruang Ekspresi

Sandi Prastowo, komika yang kerap mengangkat isu sosial-politik dalam materinya, membagikan pengalamannya membangun kritik melalui humor. Baginya, stand-up comedy adalah bentuk perlawanan halus—cara untuk “berdiri” atas apa yang dipercaya (stand up for what you believe).

“Komedi itu seperti seni rupa atau musik; ia memberi ruang untuk mengungkapkan kegelisahan terhadap ketimpangan atau absurditas di masyarakat,” ujarnya.  

Proses kreatif Sandi melibatkan riset mendalam, mulai dari melacak berita terkini, menggali pengalaman pribadi, hingga merumuskan sudut pandang yang segar. 

“Kritik dalam komedi harus disusun seperti puzzle: lucu, tapi menusuk. Kami sering menguji materi di panggung open mic untuk melihat reaksi penonton sebelum membawakannya di pertunjukan besar,” jelasnya.  

Baca juga Muncul Wacana Pembentukan Daerah Istimewa Baru, Pakar Politik UGM: Perlu Dikaji Mendalam

Tantangan di Era Digital: Konteks vs Viralitas

Sandi mengakui bahwa dunia komedi saat ini menghadapi tantangan baru: media sosial. Materi yang seharusnya dinikmati dalam konteks pertunjukan seringkali dipotong dan disebar tanpa penjelasan, memicu misinterpretasi.

“Improvisasi spontan bisa jadi bumerang jika diambil mentah-mentah dan diviralkan. Tidak jarang komika ditegur karena lelucon yang sebenarnya adalah sindiran satir,” keluhnya.  

Selain itu, audiens kini semakin beragam dengan tingkat sensitivitas berbeda. Sandi menekankan pentingnya memilih diksi dan memahami boundaries (batasan) agar materi tidak terjerumus ke dalam provokasi.

“Kami harus pintar membaca ruang. Apa yang lucu bagi satu kelompok, bisa jadi ofensif bagi kelompok lain,” ucapnya.  

Antara Tawa dan Tanggung Jawab

Diskusi ini menyadarkan kita bahwa di balik tawa yang mengocok perut, stand-up comedy memikul tanggung jawab sosial. Komika tidak sekadar menghibur, tetapi juga mengajak penonton merefleksikan kondisi masyarakat melalui sudut pandang yang jarang terlihat.

Namun, di era di mana setiap ucapan bisa dengan mudah dipelintir maknanya, komika dituntut lebih cermat dalam menyampaikan pesan.  

Seperti kata Sandi, “Komedi adalah cermin masyarakat. Jika Anda tertawa, mungkin Anda mengenali diri sendiri di dalamnya—dan itulah kekuatannya.” Dalam balutan tawa, kritik yang disampaikan komika justru sering kali lebih mengena ketimbang pidato politik yang penuh retorika.  

Baca juga Ketika Musik Jadi Alat Ekspresi Kreatif Atas Sosial dan Politik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Ilmuwan Inggris Ungkap Alam Penting untuk Kesehatan, Bisa Redakan Nyeri Punggung!

Ilmuwan Inggris Ungkap Alam Penting untuk Kesehatan, Bisa Redakan Nyeri Punggung!

images info

Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam TheJournalofPain mengungkapkan bahwa alam ternyata memiliki peran penting dalam membantu penderita nyeri punggung bawah kronis mengelola kondisi mereka.

Studi ini menjadi yang pertama secara khusus mengeksplorasi bagaimana interaksi dengan alam memengaruhi strategi coping para penderita, beberapa di antaranya telah hidup dengan rasa sakit selama hampir 40 tahun.  

Alam dan Pelarian dari Rasa Sakit

Para peneliti menemukan bahwa bagi penderita nyeri kronis, berada di alam terbuka memberikan manfaat ganda.

Selain menjadi sarana untuk berinteraksi sosial—yang sering kali terbatas karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah—alam juga menjadi pelarian dari rasa sakit yang terus-menerus.  

“Banyak peserta mengaku bahwa alam memberikan distraksi dari nyeri mereka dan rasa ‘kabur sejenak’ dari rutinitas yang melelahkan,” jelas Alexander Smith, peneliti utama dari University of Plymouth.

Tak hanya itu, berolahraga di tengah pemandangan alam juga dinilai lebih menyenangkan dibandingkan di gym, sehingga mendorong mereka untuk tetap aktif. 

Baca juga Pengaruh Tanaman Hias pada Kesehatan Mental 

Efek Menenangkan dari Alam

Udara segar, gemericik air, dan pemandangan hijau disebutkan para peserta sebagai faktor yang menciptakan ketenangan batin.

“Suara air dan angin sepoi-sepoi membantu meredakan stres dan kecemasan yang sering menyertai nyeri kronis,” tambah Smith.

Namun, mereka juga mengungkapkan kendala seperti medan yang tidak rata dan minimnya tempat duduk di beberapa lokasi, yang justru bisa mengurangi kenyamanan bahkan membuat mereka enggan kembali.  

Perbaikan Akses ke Ruang Hijau 

Berdasarkan temuan ini, para peneliti menyarankan agar dokter dan terapis lebih mempertimbangkan terapi alam sebagai bagian dari perawatan nyeri kronis.

Mereka juga mendorong perancangan ruang hijau yang lebih inklusif, seperti jalur yang lebih landai dan fasilitas duduk yang memadai.  

Selain itu, tim peneliti sedang mengembangkan teknologi virtualreality (VR) untuk membantu pasien yang kesulitan mengakses alam secara fisik.

“VR bisa menjadi solusi bagi mereka yang terbatas mobilitasnya, sehingga tetap bisa merasakan manfaat psikologis dari alam,” ujar Dr. Sam Hughes dari University of Exeter, salah satu penulis senior studi ini.  

Perlu Riset Lanjutan

Studi ini melibatkan 10 partisipan dengan riwayat nyeri punggung bawah kronis selama 5 hingga 38 tahun. Meski skalanya kecil, temuan ini membuka pintu bagi eksplorasi lebih dalam tentang bagaimana alam bisa diintegrasikan ke dalam terapi nyeri kronis.  

“Kami berharap penelitian ini memicu inisiatif baru, baik dalam perancangan ruang publik maupun inovasi teknologi, agar manfaat alam bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas dan penderita nyeri kronis,” pungkas Smith.  

Dengan semakin banyaknya bukti bahwa alam berpengaruh positif pada kesehatan mental dan fisik, langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa akses terhadapnya benar-benar terbuka untuk semua.

Baca juga Menjaga Kesehatan Mental di Usia 30-50 Tahun: Kenali, Jaga, Pulihkan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Posted on Leave a comment

KUBET – Mengunjungi Desa Sidokaton, Kampung Halaman Pengusaha Warteg dengan Deretan Rumah Mewah

Mengunjungi Desa Sidokaton, Kampung Halaman Pengusaha Warteg dengan Deretan Rumah Mewah

images info

Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna, KabupatenTegal, Jawa Tengah terkenal sebagai kampung para pemilik rumah makan. Rumah makan yang dikenal dengan nama Warung Tegal (Warteg) ini menjadi sumber penghasilan utama warganya.

Karena bisnis ini, orang-orang di kampung tersebut mampu membangun rumah-rumah mewah. Memang benar, rumah-rumah megah dan mewah itu sebagian besar milik pengusaha warung tegal (Warteg).

Dimuat dari Liputan6, beberapa rumah di antaranya kosong tanpa penghuni karena banyak yang masih merantau. Beberapa dari mereka pergi ke Jabodetabek hingga luar Pulau Jawa.

“Ya memang di sini hampir sebagian besar warganya punya usaha warteg di Jakarta. Mereka meninggalkan rumahnya untuk merantau di sana mencari rezeki. Alhamdullilah, banyak yang sukses,” kata salah seorang pria yang tak mau disebutkan namanya.

Dia menjelaskan para pemilik rumah biasanya tak mau memamerkan diri. Mereka enggan membicarakan terkait kesuksesan yang diraih pemilik usaha warteg yang berdagang di perantauan.

“Memang begitu warga sini. Pokoknya yang berada di perantauan dan hasilnya keliatan di kampung ya lebih baik jangan sampai terlihat terlalu mencolok. Apalagi yang punya usaha warteg. Katanya nanti mempengaruhi sewa warung di sana (Jakarta) menjadi mahal,” tutur dia.

90 persen berprofesi pengusaha warteg

Ketua Ikatan Pengusaha Warteg Tegal, Asmawi membenarkan hampir 90 persen warga Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna berprofesi sebagai pengusaha warteg. Biasanya tersebar di wilayah Jabodetabek

“Sekitar 1.000 ribu warga di sana memang hampir 90 persen diantaranya punya usaha warteg yang tersebar di wilayah Jabodetabek,” ucap Asmawi.

Asmawi menjelaskan bukan hanya dari KabupatenTegal, warga yang menekuni usaha warteg juga berasal dari Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal.

“Warga Kota Tegal juga banyak yang merantau dan usaha warteg di sana. Khususnya warga di Tegal Selatan, hampir 30-40 persen warganya menekuni usaha warteg,” ujar dia.

Tak semua sukses

Tetapi katanya, tidak semua warga yang merantau untuk membuka usaha Warteg berbuah kesuksesan. Sebab, jika memiliki usaha seperti warteg harus pandai melihat peluang pasarnya.

“Jika tidak melihat peluang pasarnya dulu, pasti dagangannya juga tidak laku dan akhirnya bangkrut. Alhamdullilah pemilik usaha warteg sebagian memang sukses, tapi juga banyak yang biasa-biasa saja, tapi mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi,” papar dia.

“Kalau yang bangkrut juga banyak, mereka biasanya tidak patah semangat dan mencoba lagi ke tempat lain,”

Perihal harga sewa warung yang mahal, Asmawi tidak membantahnya. Ia menyatakan, sewa warung menjadi satu kendala yang dialami pengusaha warteg di perantauan.

“Kendala harga sewa warung yang mahal juga terjadi sekarang ini, setiap tahun harga terus naik dan melonjak. Kalau ukuran warung 4×5 meter di Jakarta rata-rata sampai Rp 30 juta per tahun,” dia menjelaskan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News